Breaking News
Loading...
Selasa, 18 Desember 2012


Penelitian rumpon cumi yang dilakukan oleh Indra Ambalika, S.Pi yang merupakan ketua Bidang Pengembanan Bahari Yayasan Sayang Babel Kite (SBK) sekaligus dosen perikanan di Universitas Bangka Belitung telah berhasil menjadi daerah pemijahan cumi-cumi. Rumpon cumi ini bukan hanya menjadi tempat berkumpul ikan saja tetapi menjadi tempat bertelur cumi-cumi. Rumpon cumi dibuat dari bahan kayu dan drum bekas ini terlaksana berkat kerjasama dengan CSR PT. BANGKA CAKRA KARYA yang berlokasi di Desa Kudai Sungailiat Bangka.
Pantai Tuing, Kecamatan Riau Silip
Perairan Pantai Tuing, Kecamatan Riau Silip

Pada penelitian ini, rumpon cumi ditenggelamkan pada kedalaman 7,5 meter dan 3 meter. Dari hasil penelitian, rumpon yang paling banyak ditempeli oleh telur cumi adalah pada kedalaman 3 meter dan yang paling sedikit pada kedalaman 7 meter. Cumi-cumi secara umum memang hidup dan beraktivitas di perairan yang lebih dalam, namun jika memijah akan menuju ke perairan yang lebih dangkal. 
Kapal yang membawa peralatan penenggelaman rumpon
Proses penenggelaman rumpon cumi
Sebanyak 77,78%  drum bekas yang ditenggelamkan pada tanggal 15 Oktober 2012 di Perairan Tuing Kacamatan Riau Silip Kabupaten Bangka telah berhasil ditempeli oleh telur cumi. Monitoring pertama hasil penenggelaman rumpon cumi ini dilakukan pada tanggal 18 November 2012 dan monitoring kedua dilakukan pada tanggal 8 Desember 2012 (periode 3 minggu). Setiap rumpon cumi rata-rata berisi 234 kapsul telur cumi dimana setiap kapsul berisi 2-5 individu baru cumi. Artinya setiap unit rumpon cumi menghasilkan sekitar 820 individu cumi-cumi.

Hasil monitoring pertama

Hasil monitoring pertama
Hasil monitoring kedua

Hasil monitoring kedua



















Penelitian efektifitas rumpon cumi ini sangat penting untuk dilakukan mengingat Bangka Belitung dikenal sebagai  penghasil “cumi bangka” yang telah diekspor ke luar negeri dan dipasarkan pula di swalayan-swalayan besar di Jabodetabek. Harga cumi bangka relatif lebih tinggi dibandingkan dengan cumi jenis lain di pasaran. Selain itu, walaupun saat musim cumi melimpah, cumi-cumi masih dapat diolah menjadi cumi kering, cumi asin, kerupuk cumi, kritcu dan banyak lagi jenis produk makanan olahan berbahan cumi dengan harga yang tetap tinggi.
Cumi bangka yang dijual di swalayan
Cumi bangka yang dijual di swalayan
Produk hasil olahan cumi-cumi
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan hasil tangkapan cumi nelayan lokal dan mengurangi penangkapan di ekosistem terumbu karang sehingga karang dapat melakukan restorasi secara alami. Selain itu memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kondisi laut sehingga tetap terjaga secara alami. Penelitian ini dilakukan di perairan Tuing karena kondisi perairannya yang masih alami. Sebenarnya ada empat lokasi utama penghasil cumi di Kabupaten Bangka yaitu perairan Rebo, Bedukang, Tuing dan Pesaren. Sayangnya kondisi perairan pesisir Rebo dan Pesaren sudah terkena dampak penambangan timah laut sehingga diestimasikan kurang cocok untuk penenggelaman rumpon cumi. Perairan Bedukang bagian pesisir sedikit berlumpur sehingga kurang optimal juga untuk penenggelaman rumpon cumi ini.

Parameter keberhasilan rumpon cumi ini adalah penempelan telur cumi yang nantinya diharapkan menjadi bagian dalam pengkayaan stok perikanan cumi di kawasan perairan  yang menjadi lokasi penenggelaman rumpon. Belajar dari kasus di daerah Pekalongan, Jawa Tengah, untuk menigkatkan hasil tangkapan nelayan, pemerintah daerah memberikan bantuan kepada nelayan berupa alat tangkap yang lebih modern, mesin dan perahu yang lebih besar. Namun ternyata hasilnya tidak signifikan untuk meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Hal ini karena memang kawasan perairan di lokasi tersebut  telah mengalami overfishing dimana jumlah armada tangkap yang banyak namun sangat minim dalam usaha pengkayaan stok perikanannya. Artinya, usaha peningkatan tangkapan nelayan dilakukan dengan memperbarui alat tangkap namun usaha pengkayaan stok perikanan hampir tidak dilakukan. Dapat diprediksi akibatnya jumlah tangkapan akan semakin sedikit karena memang jumlah komoditi perikanan di laut yang terus berkurang. Inilah yang terjadi dan merupakan fenomena sektor perikanan di Indonesia. Ikan ditangkap setiap hari dengan jumlah armada tangkap semakin banyak dan peralatan penangkapan ikan yang semakin modern. Namun sayangnya, usaha-usaha untuk memperkaya stok perikanan didalam perairan tak dilakukan. Akhirnya semakin lama jumlah tangkapan rata-rata nelayan semakin menurun.

Karenanya, penelitian rumpon cumi ini diharapakan menjadi awal dari usaha pengkayaan stok perikanan di perairan Pulau Bangka dan Belitung khususnya dan dunia perikanan pada umumnya. Program ini nantinya dapat disandingkan atau dikembangkan dengan pemberdayaan masyarakat nelayan pesisir. Penelitian yang sudah dapat diterapkan oleh masyarakat ini harapannya dapat didukung oleh kebijakan pemerintah, BUMN dan perusahaan swasta yang nantinya akan berimbas pada peningkatan perekonomian Provinsi Bangka Belitung secara lestari dan berkelanjutan berbasis potensi lokal.

Dari hasil peneltiian ini, Yayasan SBK bersama masyarkat Tuing akan menjadikan kawasan sekitar lokasi penelitian dipusatkan menjadi kawasan pemijahan cumi-cumi yang akan diatur oleh peraturan desa (perdes). Nanti, setiap penenggelaman rumpon cumi akan dipusatkan di kawasan ini sehingga nanti nelayan tidak harus jauh lagi dalam menangkap cumi-cumi sehingga lebih menghemat waktu dan biaya operasional melaut. Selain itu, keberhasilan penelitian inipun akan menjadi awalan pengembangan pembesaran cumi-cumi dalam keramba jaring apung (KJA). Yayasan SBK bersama masyarakat sedang mencari lokasi yang sesuai untuk dijadikan sebagai lokasi KJA disekitar perairan Tuing. Hal ini sangat realistis karena dengan model penangkapan saat ini, cumi-cumi di masa yang akan datang akan semakin sulit di peroleh mengingat jumlah armada tangkap yang terus bertambah dan ekosistem laut semakin banyak yang rusak. Selain itu, hingga saat ini pemijahan cumi-cumi dengan cara buatan (dalam laboratorium) belum berhasil dilakukan. Jadi, membuat alat yang efektif sebagai pengumpul telur cumi (rumpon cumi) lalu membesarkannya didalam KJA adalah cara yang paling realistis untuk dilakukan. Secara alami, cumi bangka sudah berukuran layak jual pada usia 3 bulan dengan makanan berupa ikan dan crustacea.
Anak cumi yang baru menetas
*****

Peneliti Utama: Indra Ambalika, S.Pi (Dosen Perikanan Univ. Bangka Belitung & Ketua Bidang Pengembangan Bahari Yayasan Sayang Babel Kite)

Anggota: Tiko Pajri & Marwazi

Editor teks: Utia Suarma

Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.

0 komentar:

Posting Komentar