Penelitian rumpon
cumi yang dilakukan oleh Indra Ambalika, S.Pi yang merupakan ketua
Bidang Pengembanan Bahari Yayasan Sayang Babel Kite (SBK) sekaligus dosen
perikanan di Universitas Bangka Belitung telah berhasil menjadi daerah pemijahan
cumi-cumi. Rumpon cumi ini bukan hanya menjadi tempat berkumpul ikan saja
tetapi menjadi tempat bertelur cumi-cumi. Rumpon cumi dibuat dari bahan kayu
dan drum bekas ini terlaksana berkat kerjasama dengan CSR PT. BANGKA CAKRA KARYA yang berlokasi di
Desa Kudai Sungailiat Bangka.
![]() |
Pantai Tuing, Kecamatan Riau Silip |
![]() |
Perairan Pantai Tuing, Kecamatan Riau Silip |
Pada penelitian
ini, rumpon cumi ditenggelamkan pada kedalaman 7,5 meter dan 3 meter. Dari hasil
penelitian, rumpon yang paling banyak ditempeli oleh telur cumi adalah pada
kedalaman 3 meter dan yang paling sedikit pada kedalaman 7 meter. Cumi-cumi
secara umum memang hidup dan beraktivitas di perairan yang lebih dalam, namun
jika memijah akan menuju ke perairan yang lebih dangkal.
![]() |
Kapal yang membawa peralatan penenggelaman rumpon |
![]() |
Proses penenggelaman rumpon cumi |
Sebanyak 77,78% drum bekas yang ditenggelamkan pada tanggal 15 Oktober 2012 di Perairan Tuing Kacamatan Riau Silip Kabupaten Bangka telah berhasil ditempeli oleh telur cumi. Monitoring pertama hasil penenggelaman rumpon cumi ini dilakukan pada tanggal 18 November 2012 dan monitoring kedua dilakukan pada tanggal 8 Desember 2012 (periode 3 minggu). Setiap rumpon cumi rata-rata berisi 234 kapsul telur cumi dimana setiap kapsul berisi 2-5 individu baru cumi. Artinya setiap unit rumpon cumi menghasilkan sekitar 820 individu cumi-cumi.
![]() |
Hasil monitoring pertama |
![]() |
Hasil monitoring pertama |
![]() |
Hasil monitoring kedua |
![]() |
Hasil monitoring kedua |
Penelitian
efektifitas rumpon cumi ini sangat penting untuk dilakukan mengingat Bangka
Belitung dikenal sebagai penghasil “cumi bangka” yang telah diekspor ke luar negeri dan
dipasarkan pula di swalayan-swalayan besar di Jabodetabek. Harga cumi bangka relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan cumi jenis lain di pasaran. Selain itu, walaupun saat musim cumi melimpah,
cumi-cumi masih dapat diolah menjadi cumi kering, cumi asin, kerupuk cumi,
kritcu dan banyak lagi jenis produk makanan olahan berbahan cumi dengan harga
yang tetap tinggi.
![]() |
Cumi bangka yang dijual di swalayan |
![]() |
Cumi bangka yang dijual di swalayan |
![]() |
Produk hasil olahan cumi-cumi |
Hasil penelitian
ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan hasil tangkapan cumi nelayan lokal
dan mengurangi penangkapan di ekosistem terumbu karang sehingga karang dapat
melakukan restorasi secara alami. Selain itu memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kondisi laut sehingga tetap terjaga secara alami. Penelitian ini
dilakukan di perairan Tuing karena kondisi perairannya yang masih alami.
Sebenarnya ada empat lokasi utama penghasil cumi di Kabupaten Bangka yaitu
perairan Rebo, Bedukang, Tuing dan Pesaren. Sayangnya kondisi perairan pesisir
Rebo dan Pesaren sudah terkena dampak penambangan timah laut sehingga
diestimasikan kurang cocok untuk penenggelaman rumpon cumi. Perairan Bedukang
bagian pesisir sedikit berlumpur sehingga kurang optimal juga untuk
penenggelaman rumpon cumi ini.
Parameter
keberhasilan rumpon cumi ini adalah penempelan telur cumi yang nantinya
diharapkan menjadi bagian dalam pengkayaan stok perikanan cumi di kawasan
perairan yang menjadi lokasi
penenggelaman rumpon. Belajar dari kasus di daerah Pekalongan, Jawa Tengah, untuk
menigkatkan hasil tangkapan nelayan, pemerintah daerah memberikan
bantuan kepada nelayan berupa alat tangkap yang lebih modern, mesin dan perahu yang
lebih besar. Namun ternyata hasilnya tidak signifikan untuk meningkatkan hasil
tangkapan nelayan. Hal ini karena memang kawasan perairan di lokasi tersebut telah mengalami overfishing
dimana jumlah armada tangkap yang banyak namun sangat minim dalam usaha
pengkayaan stok perikanannya. Artinya, usaha peningkatan tangkapan nelayan
dilakukan dengan memperbarui alat tangkap namun usaha pengkayaan stok
perikanan hampir tidak dilakukan. Dapat diprediksi akibatnya jumlah tangkapan
akan semakin sedikit karena memang jumlah komoditi perikanan di laut yang terus
berkurang. Inilah yang terjadi dan merupakan fenomena sektor perikanan di Indonesia.
Ikan ditangkap setiap hari dengan jumlah armada tangkap semakin banyak dan
peralatan penangkapan ikan yang semakin modern. Namun sayangnya, usaha-usaha untuk
memperkaya stok perikanan didalam perairan tak dilakukan. Akhirnya semakin lama jumlah tangkapan rata-rata nelayan semakin menurun.
Karenanya,
penelitian rumpon cumi ini diharapakan menjadi awal dari usaha pengkayaan stok
perikanan di perairan Pulau Bangka dan Belitung khususnya dan dunia perikanan
pada umumnya. Program ini nantinya dapat disandingkan atau dikembangkan dengan
pemberdayaan masyarakat nelayan pesisir. Penelitian yang sudah dapat diterapkan
oleh masyarakat ini harapannya dapat didukung oleh kebijakan pemerintah, BUMN
dan perusahaan swasta yang nantinya akan berimbas pada peningkatan perekonomian Provinsi Bangka Belitung secara lestari dan berkelanjutan berbasis potensi lokal.
Dari hasil
peneltiian ini, Yayasan SBK bersama masyarkat Tuing akan menjadikan kawasan
sekitar lokasi penelitian dipusatkan menjadi kawasan pemijahan cumi-cumi yang
akan diatur oleh peraturan desa (perdes). Nanti, setiap penenggelaman rumpon
cumi akan dipusatkan di kawasan ini sehingga nanti nelayan tidak harus jauh
lagi dalam menangkap cumi-cumi sehingga lebih menghemat waktu dan biaya
operasional melaut. Selain itu, keberhasilan penelitian inipun akan menjadi
awalan pengembangan pembesaran cumi-cumi dalam keramba
jaring apung (KJA). Yayasan SBK bersama masyarakat sedang mencari lokasi yang
sesuai untuk dijadikan sebagai lokasi KJA disekitar perairan Tuing. Hal ini
sangat realistis karena dengan model penangkapan saat ini, cumi-cumi di masa
yang akan datang akan semakin sulit di peroleh mengingat jumlah armada tangkap
yang terus bertambah dan ekosistem laut semakin banyak yang rusak. Selain itu,
hingga saat ini pemijahan cumi-cumi dengan cara buatan (dalam laboratorium)
belum berhasil dilakukan. Jadi, membuat alat yang efektif sebagai pengumpul
telur cumi (rumpon cumi) lalu membesarkannya didalam KJA adalah cara yang paling
realistis untuk dilakukan. Secara alami, cumi bangka sudah berukuran layak jual
pada usia 3 bulan dengan makanan berupa ikan dan crustacea.
![]() |
Anak cumi yang baru menetas |
*****
Peneliti Utama:
Indra Ambalika, S.Pi (Dosen Perikanan Univ. Bangka Belitung & Ketua Bidang Pengembangan Bahari Yayasan Sayang Babel Kite)
Anggota:
Tiko Pajri & Marwazi
Editor teks: Utia Suarma
0 komentar:
Posting Komentar