Eksplorasi ke suatu daerah tak
lengkap jika tak mengunjungi pasar tradisionalnya. Kita dapat melihat komposisi hasil pertanian dan
perikanan dari komoditi yang dijual di pasar tersebut. Mengunjungi Manggar
Kabupaten Belitung Timur contohnya. Dari hasil jalan-jalan ke pasar
tradisional, saya menjadi tahu bahwa komposisi ikan yang dijual sebagian besar
adalah ikan karang, ikan pelagis kecil, dan sedikit ikan estuari.
Dari hobi jalan-jalan ke pasar
tradisional, khususnya pasar ikan, terkadang saya menemui hal-hal yang sangat
menarik. Seperti kali ini, saya melihat ada penjual ikan yang menjual ikan Napoleon.
Ini adalah kali pertama saya melihat ada yang menjual ikan Napoleon di pasar Manggar.
Kondisi ikan masih segar dengan ukuran yang cukup besar (sekitar 7 kg). Ikan Napoleon
ini dijual dengan harga Rp 45.000,-/kg. Sebelumnya saya pernah melihat di pasar
ikan Tanjung Pandan Kabupaten Belitung. Tapi kondisinya kurang segar dan sudah
dipotong-potong. Dijual dengan harga Rp 50.000,-/kg. Saat di pasar tradisional Tanjung
Pandan, ikan Napoleon tak jadi saya beli karena kondisinya yang kurang segar
tersebut. Prinsip saya
dalam membeli ikan laut, segar adalah prioritas utama. Lebih mahal tak masalah,
beli sedikit atau secukupnya saja asalkan segar. Ikan segar, akan sangat lezat
jika disantap dan in syaa Allah menyehatkan. Sebaliknya dengan ikan yang sudah
tidak segar.
![]() |
Kepala Ikan Napoleon di Pasar Manggar Belitung Timur |
Kepada bapak penjual ikan saya
coba menawar harga. “Kalau hanya ambil bagian kepalanya
berapa harga per kilogramnya pak” tanya saya kepada penjual ikan. Ternyata
harga kepala ikan sama dengan harga badan (mulai perut hingga ekor). “Bukannya kepala lebih sedikit dagingnya, banyak tulang. Kuranglah
harganya?” saya coba menawar.
Penjual ikan ternyata tak bergeming dengan harga. Sudah tak bisa digoyang. Inilah seni
berbelanja di pasar tradisional, harga masih bisa ditawar dan keputusan harga
tergantung dengan kemampuan kita menawar. Saya akui, saya tak lihai dalam
menawar, hehehe.. Setelah
kepala dipotong dan ditimbang ternyata bagian kepalanya saja beratnya sekitar
3,15 kg. Jadi total harga Rp 141.750,- dibulatkan menjadi Rp 140.000,-. Tuh kan! Masih dapat potongan Rp 1.750,-
hehehee.. kepala ikan Napoleon kemudian saya titipkan kepada orang tua
mahasiswa di Manggar. Lengkap dengan nanas mangkel karena rencananya akan
dimasak lempah gangan khas belitong. Sebenarnya harga ikan Napoleon di pasar dan
restoran Singapura dan Hongkong bisa mencapai Rp 2 juta/kg!. Dari pengepul
saja, ikan ini diambil dengan harga 180 dollar Singapura /kg (1 $ ~ Rp
9.600,-). Apalagi untuk bagian kepalanya, lebih mahal. Karena yang spesial dari
ikan ini adalah kepalanya. Konon, ikan Napoleon harganya selangit karena
dibagian kepala ikan ini ada jenongnya (mirip kepala ikan Lohan), jenongnya
inilah yang dianggap hoki bagi penduduk China yang tinggal di Singapura dan
Hongkong. Jadi, bayangkan betapa sebenarnya saya membeli ikan di pasar tadi masih
sangat murah. Hehehe..
Saya sangat mengerti jika ikan Napoleon
adalah salahsatu jenis ikan yang dilindungi di Indonesia melalui Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37 Tahun 2013 tentang status penetapan ikan Napoleon.
Ikan ini dilindungi TERBATAS. Boleh ditangkap pada ukurang 1 – 3 kg saja. Untuk
ukuran selain itu tak boleh lagi ditangkap sejak keputusan ini dikeluarkan.
Alasannya adalah jumlahnya yang semakin sedikit. Artinya, saya sebenarnya
membeli ikan dari penjual ikan yang dilarang oleh negara. Masalahnya lagi ikan
sudah mati dan sudah ditangkap oleh nelayan. Jujur saya sendiri belum pernah
sekalipun mencoba ikan Napoleon yang cukup sering saya lihat di keramba jaring
apung (KJA) di daerah Pulau pongok Kabupaten Bangka Selatan, Selat Nasik dan
Pulau Rengit Kabupaten Belitung.
![]() |
Ikan Napoleon di KJA Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan Babel |
Menurut saya, terbatasnya jumlah
ikan Napoleon di Bangka Belitung khususnya bukan karena dikonsumsi oleh
masyarakat lokal melainkan karena di eksport oleh pengepul untuk selanjutnya
dibawa hingga ke Singapura dan Hongkong. Sungguh ironis jika akhirnya untuk
mengkonsumsi ikan yang dianugrahkan oleh Allah di daerah kita saja dibatasi
bahkan tidak dibolehkan meskipun mungkin hanya sekali se umur hidup. Ikan yang
dijual di pasar tersebut besar kemungkinan adalah ikan yang dipancing oleh
nelayan lokal sehingga ikan mati dan kemudian dijual. Berbeda halnya jika
didapat oleh nelayan bubu. Ikan masih hidup dan akan ditempatkan di KJA dan tak
akan atau jangan harap akan dijual di pasar lokal. Realitanya, nelayan pancing
lokal tidak memilih-milih ikan yang memakan umpan pancingannya. Ikan yang dapat
dimakan dan laku dijual in syaa Allah akan diambil. Ikan yang tidak dapat
dimakan atau tidak laku dijual akan dibuang, contoh ikan buntal. Jadi, intinya
aturan dibuat harus menyesuaikan dengan realita kondisi di lapangan. Jangan
terkesan semena-mena dan masyarakat harus mengikuti. Pertanyaannya, apa yang
telah dilakukan oleh pemerintah untuk melestarikan ikan Napoleon Di Bangka
Belitung khususnya dan Indonesia pada umumnya?. Jawabannya membuat aturan
pembatasan tangkapan. Selain itu? Tak mungkinlah aturan langsung diterapkan
begitu saja. Kitab Suci Al-quran saja diturunkan tidak sekaligus melainkan
berangsur-angsur agar masyarakat terkondisikan dan siap mengikuti
aturan-aturannya.
Program utama yang harus
dilakukan dalam pelestarian ikan Napoleon adalah program perintisan budidaya
ikan Napoleon dan perlindungan habitat ikan Napoleon melalui program konservasi
perairan daerah. Barulah pembatasan penangkapan. Pertanyaannya apa yang telah dilakukan
oleh pemerintah daerah untuk budidaya ikan Napoleon dan kawasan konservasi
perairan? Kasarnya untuk program
perintisan budidaya ikan Napoleon belum ada (yang saya ketahui di lapangan)
meskipun harganya sangat menggiurkan. Di kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan
Riau saja setahu saya pemilik KJA masih tahap mengambil anakan ikan ini dari
alam baru kemudian dibesarkan di KJA. Padahal daerah ini adalah pemasok utama
ikan Napoleon ke Singapura dan Hongkong. Kawasan konservasi perairan? Hehhh.. saya tahu persis bahwa di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) yang sudah di-perda-kan. Seperti di daerah
Kabupaten Bangka Tengah (Perairan
Pulau Ketawai, Gusung Asam, Ketugar, Bebuar, Semujur dan Pulau Panjang) dan daerah Kabupaten
Belitung Timur. Tapi realitanya dalam implementasi konservasi tidak berjalan
sebagaimana teorinya. Yang penting keluar perda dan ada laporannya. Masyarakat
tidak dibangun kapasitasnya untuk ikut menjaga dan memelihara. Realitanya tak ada zona inti
yang “no take zone”. Semua daerah
perairan di Bangka Belitung
tak ada yang tak bisa untuk ditangkapi. Organisasi masyarakat seperti LSM,
yayasan lingkungan,
kepemudaan, pendidikan, keagamaan
dll tidak dilibatkan dengan aktif dalam menyukseskan program konservasi
perairan. Sekali lagi hanya terkesan “di atas kertas”. Implementasi “no way!” Pernah saya ikut dalam forum pesisir dan pulau-pulau
kecil tingkat nasional. Masih ingat perkataan dari utusan Sulawesi utara yang
bercerita ditempatnya ada Daerah Perlindungan Laut (DPL) yang mendapat juara tingkat
nasional tetapi akhirnya dikelola oleh swasta bukan masyarakat. Makanya, bagi
pemerintah daerah, jika memang tak sanggup mengelola dan mengembangkan kawasan
konservasi perairan, mari ajaklah serta organisasi-organisasi di masyarakat
yang sebenarnya siap untuk berkarya.
Rasa Ikan Napolen
Memang rasa masakan tergantung
dengan bumbu dan tentunya “tingkat kelaparan perut”. Karena koki yang paling
hebat adalah “lapar”, hehehee.. kepala
ikan Napoleon yang saya beli dimasak dengan bumbu gangan khas Belitong. Mirip dengan lempah kuning
nanas di Pulau Bangka.
Rasa ikan Napoleon memang mantap. Bibirnya yang memble dan kulit kepala yang tebal pasti sangat
sesuai bagi penikmat kepala ikan. Tekstur kulitnya lembut. Kira-kira lebih kenyal sedikit daripada kepala ikan Kakap tapi lebih lembut dari ikan Ketarap. Pas banget teksturnya menurut saya. Dagingnya lembut. Ditambah dengan bumbu gangan yang khas dari Belitong... Alhamdulillah..
"Nikmat mana lagi yang engkau dustakan?"
"Nikmat mana lagi yang engkau dustakan?"
![]() |
Lembah Gangan Kepala Ikan Napoleon |
Artikel ini bukan bermaksud untuk mempromosikan
atau mengajak pembaca untuk menentang aturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Bahkan kami sangat mendukungnya. Namun ada proses dan cara yang
lebih realistis untuk mencapai output pelestarian ikan Napoleon seperti yang
telah saya jelaskan sebelumnya. Semoga ikan Napoleon di Bangka Belitung semakin
lestari dengan perintisan budidaya-nya dan implementasi KKPD yang merakyat dan
berkelanjutan.
![]() |
Ikan Katarap yang mirip dengan ikan Napoleon (rasanya enak juga kalau di masak gangan khas Belitong atau lempah Kuning Bangka) |
Penulis dan Foto Oleh : Indra Ambalika Syari, S.Pi, M.Si bin H. Syarnubi
Wakil Ketua Yayasan Sayang Babel Kite
0 komentar:
Posting Komentar