Breaking News
Loading...
Rabu, 05 Juli 2017



Eksplorasi ke suatu daerah tak lengkap jika tak mengunjungi pasar tradisionalnya. Kita dapat melihat komposisi hasil pertanian dan perikanan dari komoditi yang dijual di pasar tersebut. Mengunjungi Manggar Kabupaten Belitung Timur contohnya. Dari hasil jalan-jalan ke pasar tradisional, saya menjadi tahu bahwa komposisi ikan yang dijual sebagian besar adalah ikan karang, ikan pelagis kecil, dan sedikit ikan estuari. 

Dari hobi jalan-jalan ke pasar tradisional, khususnya pasar ikan, terkadang saya menemui hal-hal yang sangat menarik. Seperti kali ini, saya melihat ada penjual ikan yang menjual ikan Napoleon. Ini adalah kali pertama saya melihat ada yang menjual ikan Napoleon di pasar Manggar. Kondisi ikan masih segar dengan ukuran yang cukup besar (sekitar 7 kg). Ikan Napoleon ini dijual dengan harga Rp 45.000,-/kg. Sebelumnya saya pernah melihat di pasar ikan Tanjung Pandan Kabupaten Belitung. Tapi kondisinya kurang segar dan sudah dipotong-potong. Dijual dengan harga Rp 50.000,-/kg. Saat di pasar tradisional Tanjung Pandan, ikan Napoleon tak jadi saya beli karena kondisinya yang kurang segar tersebut. Prinsip saya dalam membeli ikan laut, segar adalah prioritas utama. Lebih mahal tak masalah, beli sedikit atau secukupnya saja asalkan segar. Ikan segar, akan sangat lezat jika disantap dan in syaa Allah menyehatkan. Sebaliknya dengan ikan yang sudah tidak segar.


Kepala Ikan Napoleon di Pasar Manggar Belitung Timur

Kepada bapak penjual ikan saya coba menawar harga. “Kalau hanya ambil bagian kepalanya berapa harga per kilogramnya pak” tanya saya kepada penjual ikan. Ternyata harga kepala ikan sama dengan harga badan (mulai perut hingga ekor). “Bukannya kepala lebih sedikit dagingnya, banyak tulang. Kuranglah harganya?” saya coba menawar. Penjual ikan ternyata tak bergeming dengan harga. Sudah tak bisa digoyang. Inilah seni berbelanja di pasar tradisional, harga masih bisa ditawar dan keputusan harga tergantung dengan kemampuan kita menawar. Saya akui, saya tak lihai dalam menawar, hehehe.. Setelah kepala dipotong dan ditimbang ternyata bagian kepalanya saja beratnya sekitar 3,15 kg. Jadi total harga Rp 141.750,- dibulatkan menjadi Rp 140.000,-. Tuh kan! Masih dapat potongan Rp 1.750,- hehehee.. kepala ikan Napoleon kemudian saya titipkan kepada orang tua mahasiswa di Manggar. Lengkap dengan nanas mangkel karena rencananya akan dimasak lempah gangan khas belitong. Sebenarnya harga ikan Napoleon di pasar dan restoran Singapura dan Hongkong bisa mencapai Rp 2 juta/kg!. Dari pengepul saja, ikan ini diambil dengan harga 180 dollar Singapura /kg (1 $ ~ Rp 9.600,-). Apalagi untuk bagian kepalanya, lebih mahal. Karena yang spesial dari ikan ini adalah kepalanya. Konon, ikan Napoleon harganya selangit karena dibagian kepala ikan ini ada jenongnya (mirip kepala ikan Lohan), jenongnya inilah yang dianggap hoki bagi penduduk China yang tinggal di Singapura dan Hongkong. Jadi, bayangkan betapa sebenarnya saya membeli ikan di pasar tadi masih sangat murah. Hehehe..

Saya sangat mengerti jika ikan Napoleon adalah salahsatu jenis ikan yang dilindungi di Indonesia melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37 Tahun 2013 tentang status penetapan ikan Napoleon. Ikan ini dilindungi TERBATAS. Boleh ditangkap pada ukurang 1 – 3 kg saja. Untuk ukuran selain itu tak boleh lagi ditangkap sejak keputusan ini dikeluarkan. Alasannya adalah jumlahnya yang semakin sedikit. Artinya, saya sebenarnya membeli ikan dari penjual ikan yang dilarang oleh negara. Masalahnya lagi ikan sudah mati dan sudah ditangkap oleh nelayan. Jujur saya sendiri belum pernah sekalipun mencoba ikan Napoleon yang cukup sering saya lihat di keramba jaring apung (KJA) di daerah Pulau pongok Kabupaten Bangka Selatan, Selat Nasik dan Pulau Rengit Kabupaten Belitung. 


Ikan Napoleon di KJA Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan Babel


Menurut saya, terbatasnya jumlah ikan Napoleon di Bangka Belitung khususnya bukan karena dikonsumsi oleh masyarakat lokal melainkan karena di eksport oleh pengepul untuk selanjutnya dibawa hingga ke Singapura dan Hongkong. Sungguh ironis jika akhirnya untuk mengkonsumsi ikan yang dianugrahkan oleh Allah di daerah kita saja dibatasi bahkan tidak dibolehkan meskipun mungkin hanya sekali se umur hidup. Ikan yang dijual di pasar tersebut besar kemungkinan adalah ikan yang dipancing oleh nelayan lokal sehingga ikan mati dan kemudian dijual. Berbeda halnya jika didapat oleh nelayan bubu. Ikan masih hidup dan akan ditempatkan di KJA dan tak akan atau jangan harap akan dijual di pasar lokal. Realitanya, nelayan pancing lokal tidak memilih-milih ikan yang memakan umpan pancingannya. Ikan yang dapat dimakan dan laku dijual in syaa Allah akan diambil. Ikan yang tidak dapat dimakan atau tidak laku dijual akan dibuang, contoh ikan buntal. Jadi, intinya aturan dibuat harus menyesuaikan dengan realita kondisi di lapangan. Jangan terkesan semena-mena dan masyarakat harus mengikuti. Pertanyaannya, apa yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk melestarikan ikan Napoleon Di Bangka Belitung khususnya dan Indonesia pada umumnya?. Jawabannya membuat aturan pembatasan tangkapan. Selain itu? Tak mungkinlah aturan langsung diterapkan begitu saja. Kitab Suci Al-quran saja diturunkan tidak sekaligus melainkan berangsur-angsur agar masyarakat terkondisikan dan siap mengikuti aturan-aturannya.

Program utama yang harus dilakukan dalam pelestarian ikan Napoleon adalah program perintisan budidaya ikan Napoleon dan perlindungan habitat ikan Napoleon melalui program konservasi perairan daerah. Barulah pembatasan penangkapan. Pertanyaannya apa yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk budidaya ikan Napoleon dan kawasan konservasi perairan?  Kasarnya untuk program perintisan budidaya ikan Napoleon belum ada (yang saya ketahui di lapangan) meskipun harganya sangat menggiurkan. Di kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau saja setahu saya pemilik KJA masih tahap mengambil anakan ikan ini dari alam baru kemudian dibesarkan di KJA. Padahal daerah ini adalah pemasok utama ikan Napoleon ke Singapura dan Hongkong. Kawasan konservasi perairan? Hehhh.. saya tahu persis bahwa di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) yang sudah di-perda-kan. Seperti di daerah Kabupaten Bangka Tengah (Perairan Pulau Ketawai, Gusung Asam, Ketugar, Bebuar, Semujur dan Pulau Panjang) dan daerah Kabupaten Belitung Timur. Tapi realitanya dalam implementasi konservasi tidak berjalan sebagaimana teorinya. Yang penting keluar perda dan ada laporannya. Masyarakat tidak dibangun kapasitasnya untuk ikut menjaga dan memelihara. Realitanya tak ada zona inti yang “no take zone”. Semua daerah perairan di Bangka Belitung tak ada yang tak bisa untuk ditangkapi. Organisasi masyarakat seperti LSM, yayasan lingkungan, kepemudaan, pendidikan, keagamaan dll tidak dilibatkan dengan aktif dalam menyukseskan program konservasi perairan. Sekali lagi hanya terkesan “di atas kertas”. Implementasi “no way!” Pernah saya ikut dalam forum pesisir dan pulau-pulau kecil tingkat nasional. Masih ingat perkataan dari utusan Sulawesi utara yang bercerita ditempatnya ada Daerah Perlindungan Laut (DPL) yang mendapat juara tingkat nasional tetapi akhirnya dikelola oleh swasta bukan masyarakat. Makanya, bagi pemerintah daerah, jika memang tak sanggup mengelola dan mengembangkan kawasan konservasi perairan, mari ajaklah serta organisasi-organisasi di masyarakat yang sebenarnya siap untuk berkarya.

Rasa Ikan Napolen

Memang rasa masakan tergantung dengan bumbu dan tentunya “tingkat kelaparan perut”. Karena koki yang paling hebat adalah “lapar”, hehehee.. kepala ikan Napoleon yang saya beli dimasak dengan bumbu gangan khas Belitong. Mirip dengan lempah kuning nanas di Pulau Bangka.

Rasa ikan Napoleon memang mantap. Bibirnya yang memble dan kulit kepala yang tebal pasti sangat sesuai bagi penikmat kepala ikan. Tekstur kulitnya lembut. Kira-kira lebih kenyal sedikit daripada kepala ikan Kakap tapi lebih lembut dari ikan Ketarap. Pas banget teksturnya menurut saya. Dagingnya lembut. Ditambah dengan bumbu gangan yang khas dari Belitong... Alhamdulillah..
"Nikmat mana lagi yang engkau dustakan?"


Lembah Gangan Kepala Ikan Napoleon

Artikel ini bukan bermaksud untuk mempromosikan atau mengajak pembaca untuk menentang aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan kami sangat mendukungnya. Namun ada proses dan cara yang lebih realistis untuk mencapai output pelestarian ikan Napoleon seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya. Semoga ikan Napoleon di Bangka Belitung semakin lestari dengan perintisan budidaya-nya dan implementasi KKPD yang merakyat dan berkelanjutan.


 
Ikan Katarap yang mirip dengan ikan Napoleon (rasanya enak juga kalau di masak gangan khas Belitong atau lempah Kuning Bangka)


Penulis dan Foto Oleh : Indra Ambalika Syari, S.Pi, M.Si bin H. Syarnubi
Wakil Ketua Yayasan Sayang Babel Kite





0 komentar:

Posting Komentar