Breaking News
Loading...
Jumat, 03 Mei 2013


Sekali lagi berbekal semangat yang tinggi menjelajah perairan Pulau Belitung membuahkan jalan bagi Indra Ambalika, S.Pi selaku Ketua Bidang Kelautan Yayasan SBK untuk sampai ke Pulau Pekandis. Pulau Pekandis merupakan pulau yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur. Pulau ini berada tepat di depan (utara) daerah Teluk Pering yang merupakan perbatasan antara Kecamatan Kelapa Kampit dan Damar. Pulau Pekandis termasuk pulau yang akhir-akhir ini menjadi populer mengingat dalam peta sebaran izin pertambangan timah lepas pantai yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Daerah Kabupaten Belitung Timur, pulau ini dikelilingi oleh izin-izin usaha pertambangan timah lepas pantai. Kondisi seperti ini sama halnya dengan kondisi Pulau Pemuja di Desa Penganak, Kecamatan Parit Tiga, Kabupaten Bangka Barat, Pulau Bangka. Bila memang nanti Kapal Isap Produksi (KIP) betul-betul akan beroperasi di kawasan ini, maka perlu adanya data pembanding untuk mengetahui rona awal kondisi ekosistem terumbu karang khususnya di lokasi Pulau Pekandis sehingga nanti dalam pemanfaatannya agar sesuai dengan kelestarian potensi dan manfaat yang sebaik-baiknya.

Gambar 1. Pulau Pemuja (Kab. Bangka Barat), dikelilingi oleh Kapal Isap Timah yang beroperasi di perairan sekitar pulau. 

Pulau Pekandis berada pada koordinat 02 37’ 14,5” LS dan 108 12’ 26,4” BT. Pengambilan data di lakukan pada jarak 800 meter di bagian barat daya pulau. Setelah dilakukan pengamatan di sekitar pulau, tidak ditemukan adanya ekosistem padang lamun. Padahal saat pengamatan dan wawancara langsung kepada nelayan di daerah Teluk Pering, didapatkan informasi bahwa di Pulau Pekandis terdapat padang lamun. Hasil penulusuran langsung ke Pulau Pekandis menunjukkan bahwa tidak ditemukan ekosistem padang lamun (Seagrass). Hal ini diperkirakan karena pulau ini berada cukup jauh dari daratan sehingga arus cukup kuat dan tidak sesuai bagi ekosistem padang lamun. Dari daratan terdekat, Pulau Pekandis berjarak 6,7 km dari Tanjung Kluang, 7 km dari Tanjung Sengaran, 7,6 km dari Tanjung Lingka dan 7,8 km dari Teluk Pering. 



Gambar 2. Pulau Pekandis tampak samping (foto atas) dan tampak atas (foto bawah)
(sumber: Google Earth) 

Ekosistem terumbu karang dapat dijumpai di sekeliling Pulau Pekandis. Kondisi ekosistem terumbu karang pada perairan yang dangkal sebagian besar mati tertutup mikroalga. Hal ini wajar dan alami karena udara terbuka merupakan faktor pembatas bagi ekosistem terumbu karang. Karang akan mati bila terlalu lama terkena tempaan langsung dari matahari dalam waktu yang lama. Karang yang mati kemudian akan ditumbuhi oleh mikroalga yang kemudian menjadi makanan bagi biota laut seperti Ikan Kakaktua (Parrotfish), Crustacea, Bintang laut, Teripang dan banyak lagi lainnya. Setelah itu, secara alami karang akan patah dan hancur menjadi pasir yang selanjutnya akan tersapu gelombang kearah daratan yang kemudian akan menambah luas daratan di pulau tersebut. 

Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan menghitung persen tutupan karang dengan metode Line Intersept Transek (LIT) berdasarkan teori dari Hill & Wilkinson, 2004. Transek garis yang digunakan sepanjang 70 meter dengan interval setiap 20 meter. Karang kemudian dihitung panjangnya dengan ketelitian hingga sentimeter per jenis karang. Untuk mengetahui kategori atau kondisi terumbu karang, digunakan kategori dari Gomez & Yap (1984) yang mengacu pada tutupan karang keras. Pengambilan data dilakukan pada bagian slope atau tubir karang dengan pertimbangan di area ini merupakan kondisi karang yang paling ideal. Transek garis searah dengan garis pantai. Penentuan titik pengambilan data dilakukan setelah melakukan pengamatan kondisi ekosistem terumbu karang sekitar Pulau Pekandis. 

Berdasarkan data di lapangan diperoleh hasil tutupan karang hidup 76,267% dimana nilai ini termasuk dalam kategori sangat baik (> 75%). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Pekandis masih sangat sehat dan alami. Tingginya tingkat tutupan karang hidup disebabkan masih alaminya kondisi di sekitar perairan ini. Selain itu, lokasinya yang cukup jauh dari lingkungan daratan sehingga lebih terjaga dari pengaruh daratan seperti sedimentasi, aliran permukaan (run off) dan aktifitas destruktif masyarakat di daerah daratan. Nilai Indeks Mortalitas Karang (IMK) 0,132 termasuk dalam kategori rendah. Hal ini menunjukan bahwa kondisi terumbu karang tidak dalam kondisi tertekan di perairan tersebut. Semakin rendah nilai IMK maka semakin baik kondisi kesehatan ekosistem terumbu karang di suatu perairan. 


Gambar 3. Salah satu gambaran terumbu karang Pulau Pekandis (tampak transek garis pengambilan data)

Terumbu karang yang sehat merupakan rumah bagi berbagai biota laut. Selain akan memberikan nilai ekonomis, terumbu karang yang sehat tentunya akan memberikan fungsi ekologis yang lebih baik pula. Tingginya tangkapan ikan nelayan disekitar pulau ini menunjukkan bahwa peran ekosistem terumbu karang yang sehat menjadi rumah yang sangat baik bagi biota laut. 

(a) 

(b)

(c)

(d)
Gambar 4. Foto-foto kondisi ekosistem terumbu karang Pulau Pekandis (a, b, c, d)

Ancaman ekosistem terumbu karang Pulau Pekandis

Ancaman yang paling utama bagi ekosistem terumbu karang adalah akibat aktivitas manusia. Salah satu dampak turunan dari aktivitas manusia adalah terjadinya sedimentasi. Terumbu karang sangat sensitif terhadap sedimentasi karena sedimen-sedimen yang terbawa arus dapat mencapai ekosistem terumbu karang yang jauh dari sumber dampak. Sedimen dapat menutupi karang hidup-hidup hingga akhirnya mati dan kemudian berganti menjadi ekosistem makroalga. Jika ini telah terjadi, maka akan sulit untuk memulihkan (recovery) ekosistem terumbu karang karena laju pertumbuhan makroalga jauh lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan terumbu karang. Sedimentasi di lautan dapat timbul dari masuknya sedimen dari daratan ke daerah laut melalui sungai. Banyaknya hutan yang diubah menjadi kebun sawit di daerah aliran sungai (DAS) membuat aliran sedimen ke sungai semakin tinggi. Hal ini akan membuat kekeruhan di sungai semakin tinggi hingga sampai ke muara sungai dan selanjutnya mengalir sampai ke laut. Semakin tinggi kekeruhan maka semakin jauh sebaran sedimentasi. Selain itu, aktivitas penambangan Timah Inkonvensional (TI) di daratan yang membuang langsung limbahnya (tailing) ke sungai pun dapat meningkatkan kekeruhan yang cukup parah hingga ke lautan. Aliran Sungai Pering merupakan sungai yang bermuara tepat berhadapan dengan Pulau Pekandis. Oleh karena itu, perlu penegakan aturan yang tegas oleh pemerintah daerah untuk menjaga kawasan pesisir termasuk dampak negatif dari daerah daratan mengingat ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang pasti akan mendapatkan dampak dari setiap aktivitas baik di daratan maupun di lautan. 

Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, diketahui bahwa ada aktivitas pabrik kelapa sawit (pengolahan CPO) di pesisir pantai antara Tanjung Keluang dengan Tanjung Asam. Pabrik CPO sawit biasanya membuang limbah organik maupun non organik ke laut. Karenanya perlu pengawasan yang ketat oleh pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah ke Laut sehingga tidak akan memberikan dampak negatif bagi ekosistem pesisir disekitar kawasan tersebut termasuk ekosistem terumbu karang di Pulau Pekandis. Ekosistem terumbu karang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan. Perairan laut yang tercemar dapat membunuh karang dengan cepat dan menyebabkan kematian massal pada tutupan karang yang kemudian akan digantikan oleh komunitas lain seperti makroalga. 

               Gambar 5. Pabrik CPO kelapa sawit dipesisir antara Tanjung Keluang dan Tanjung Asam

Selain itu, Aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan (destructive fishing) pun dapat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang seperti pemasangan bubu di ekosistem terumbu karang, penggunaan trawl, bahan peledak dan alat tangkap lain yang merusak karang. Namun berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan, hanya sedikit karang yang rusak akibat aktivitas pengeboman. Terdapat patahan-patahan karang yang membentuk cekungan bekas aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak.
Gambar 6. Terumbu karang yang rusak akibat penangkapan ikan menggunakan bahan peledak di Pulau Pekandis

Selain itu, dengan diterbitkannya SK Eksplorasi untuk izin penambangan timah lepas pantai oleh pemerintah daerah Belitung Timur di perairan sekeliling Pulau Pekandis akan menjadi ancaman yang terus menunggu. Jika hal ini terjadi maka diprediksi kondisi terumbu karang di perairan ini akan menjadi seperti di perairan Pulau Pemuja daerah Penganak kabupaten Bangka Barat yang ekosistem terumbu karangnya rusak parah karena tertutup lumpur dari buangan tailing operasi Kapal Isap dan TI Apung yang beroperasi di sekitar perairannya. Selain itu, hal inipun akan menjadikan nelayan lokal disekitar pulau Pekandis (termasuk nelayan di daerah Pantai Burung Mandi, Kecamatan Damar) merasakan dampak negatif dari operasi penambangan timah laut nantinya. Hal ini dikarenakan sebagian besar nelayan (sekitar 80%) disekitar pulau ini merupakan nelayan tradisional yang menggunakan perahu kater dengan waktu beroperasi hanya 3 – 6 jam atau disebut juga one day fishing. Ini menunjukkan bahwa daerah tangkapannya tidak jauh dan sangat bergantung dengan kesehatan kondisi perairan disekitarnya. Jika penambangan laut di perairan sekitar Pulau Pekandis beroperasi, dapat diprediksi nelayan lokal ini akan semakin sedikit hasil tangkapannya dan akhirnya beralih profesi menjadi penambang timah laut (TI Apung) demi menyambung hidup berpacu dengan ribuan penambang laut lainnya yang datang dari luar daerah seperti yang terjadi di beberapa lokasi di Pulau Bangka. 

Gambar 7. Salah satu nelayan di Pantai Burung Mandi, Belitung Timur 

Biota yang Dilindungi pada Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pekandis 


Pada ekosistem terumbu karang Pulau Pekandis ditemukan kerang raksasa kima (Tridacna squamosa) yang termasuk dalam spesies yang dilindungi. Famili Tridacnidae yang merupakan keluarga kerang raksasa sebagain besar merupakan spesies yang dilindungi (hanya 2 spesies yang tidak dilindungi dari 7 spesies). Selain itu, berdasarkan informasi yang didapat dari nelayan sekitar Pulau Pekandis, pulau ini dikenal sebagai pulau penyu karena banyaknya penyu yang bertelur di pulau ini. Penyu yang biasa mendaratkan telurnya di Pulau Pekandis adalah jenis penyu hijau dan penyu sisik. Sayangnya, telur penyu ini kerap diambil oleh nelayan untuk dikonsumsi sendiri maupun dijual. Padahal semua jenis penyu dilindungi dan masyarakat harus menjaga kelestarian reptil laut ini. Berdasarkan hasil survey di pasar ikan Mangggar (14/11/2012) ditemukan masih dijual daging kima (kerang raksasa) dan telur penyu dengan harga Rp 2.000/butir. 

              
Gambar 8. Kerang raksasa (Tridacna squamosa) yang hidup pada ekosistem terumbu karang Pulau Pekandis 


Penulis: Indra Ambalika Syari, S.Pi (Ketua Bidang Kelautan Yayasan SBK)
Editor naskah dan gambar: Utia Suarma


0 komentar:

Posting Komentar