Breaking News
Loading...
Kamis, 17 Maret 2016

Bahaya Aktivitas Penambangan Timah di Laut Bagi Ekosistem Terumbu Karang
(study kasus ; penambangan timah laut di Pulau Bangka – Provinsi Kepulauan Bangka Belitung).
Oleh : Indra Ambalika Syari, S.Pi, M.Si
(Ketua Tim Eksplorasi Terumbu Karang – UBB & Wakil Ka. Yayasan Sayang Babel Kite)

Timah telah di tambang di Pulau Bangka sekitar 300 tahun yang lalu. Bermula sejak zaman Kerajaan Sriwijaya kemudian dilanjutkan oleh Penjajahan Belanda, Inggris, Jepang sampai sekarang. Perusahaan pertambangan timah terbesar di Pulau Bangka yang menambang timah saat ini adalah PT Timah Tbk yang merupakan perusahaan BUMN. Awalnya timah ditambang di daerah darat. Namun seiring waktu pertambangan semakin bergser ke arah laut karena potensi timah yang masih potensial untuk ditambang berada di laut. Sebelumnya timah di laut ditambang hanya menggunakan kapal keruk (KK).
Sistem kerja kapal keruk adalah timah digali menggunakan mangkuk-mangkuk yang menggerus dasar laut. Substrat yang terangkat dalam mangkuk kemudian dicuci didalam KK. Air buangancuciannya (tailing) langsung dibuang ke laut. Tailing inilah yang menyebabkan perairan menjadi keruh karena tingginya sediment halus yang ikut tercuci dalam proses pemisahan timah dengan pasir.
Sejak keluarnya keputusan menteri Perdagangan (Kepmendagri) No 146/MPP/Kep/4/1999 mengenai pencabutan timah sebagai komoditas strategis nasional danditerbitkannya Perda Kabupaten Bangka Nomor 6 Tahun 2001 tentang pengelolaan pertambangan umum,Timah ditambang dengan merajalela hampir tanpa kendali. Jika sebelumnya timah hanya ditambang oleh PT Timah Tbk dan PT KOBATIN, kini masyarakat ikut menambang dan kemudian diikuti oleh beberapa perusahaan swasta atau sebagian bahkan hanya memiliki peleburan (smelter) saja.
Pada tahun 2009, PT Timah Tbk memperbaharui AMDAL terpadu perusahaan tersebut. Sebelum diperbaharuinya AMDAL tersebut, PT Timah sudah mendatangkan beberapa kapal isap produksi (KIP) untuk menambang timah di laut yang didatangkan dari Phuket Thailand lengkap dengan para pekerjanya. Jumlah KIP mitra PT Timah tercatatsebanyak 47 unit di Tahun 2014 (sumber; draft dokumen addendum ponton isap produksi PT Timah Tbk, 2015). Sampai saat ini tak jelas lagi berapa jumlah KIP mitra PT Timah yang penulis ketahui. Selain itu, perusahaan swasta penambang timah pun mulai gencar dalam melakukan izin-izin baru untuk penambangan timah di laut dengan menggunakan KIPmelaluipemerintahdaerah. Sistem kerja KIP dianggap lebih efisien dibandingkan dengan KK. Selain itu, KIP lebih lincah dalam pergerakannya.
Sistem kerja KIP adalah dengan menghisap substrat dasar laut dengan daya isap yang tinggi (rata-rata sekitar 250 m3/jam). Substat dan air diisap ke dalam kapal untuk dicuci memisahkan antara timah dan substrat ikutannya kemudian air buangan dan substrat ikutannya (tailing) dibuang langsung ke laut. Tailing inilah yang kemudian membuat air laut menjadi keruh karena juga terdapat lumpur yang ikutterbuangdarisisapencucian. Selain itu, KIP memiliki mesin untuk bergerak aktif berbeda dengan kapal keruk yang tidak meiliki mesin untuk berpindah (ditarik dengan kapal lain).
Kondisi perpolitikan Indonesia yang kala itu mendengungkan kebebasan daerah (otonomi daerah) dalam mengelola Sumberdaya alamnya menjadikan sumberdaya alam di daerah diperah secara boros (sebelum Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah). Hal inipun terjadi di Pulau Bangka. Kepala daerah beramai-ramai mengeluarkan izin penambangan timah di laut meskipun regulasi yang mengikat dan mengatur untuk penambangan di laut sebenarnya belum jelas dan tegas. Seperti tak adanya jaminan reklamasi laut, belum adanya zonasi laut daerah, kajian daya dukung dan daya tampung, kajianvaluasiekonomi dan banyak lagi lainnya. Laut Pulau Bangka dari 0 – 12 mil laut hampir penuh dengan izin tambang timah laut. Ironisnya, sampai saat ini (2016), regulasi yang mengikat tersebut pun belum juga dilengakapi oleh pemerintah daerah. Inilah yang menyebabkan konflik pertambangan timah laut masih terus terjadi.
Selain maraknya penambangan dengan menggunakan KIP, yang tak boleh luput dari perhatian adalah maraknya penambangan yang di lakukan oleh masyarakat. Tambang timah laut yang dilakukan oleh masyarakat disebut TI Apung. Jika sebelumnya masih menggunakan ponton, sekarang TI Apung telah dimodifikasi menggunakan pipa-pipa panjang untuk menghisap timah yang sering disebut dengan TI Tower. Jumlah TI Apung ini sangat banyak dan marak pada tahun 2008 – 2012). Ribuan TI Apung beroperasi di Laut Bangka. Tak jelas jumlah pastinya. Ilegal? Tentunya, karenabelumjelasregulasi yang mengaturmasalahlegalitasnya. tapi bagaimana akan selesai penertiban jika salahsatu akar masalah utamanya adalah banyaknya aparat dan pejabat legislatif yang bermain timah pula.

gambar1. kapal keruk .

Gambar 2. Kapal Isap

Gambar 3. Kapal Isap 2

Gambar 4. Kapal Isap 3

Gambar 5. Kapal Isap 5

Gambar 6. TI Apung

Gambar 7. TI Apung 2

Gambar 8. TI Apung 3

Gambar 9. TI Apung 4


Banyaknyajumlah armada tambangmenyebabkanakumulasibuangan tailing setiap jam, hari, minggu, bulan terus bertambah. Bukan hanya terumbukarang di daerah-daerah sekitar tambang yang rusak tertutup lumpur. Melainkan juga hingga kelokasi-lokasi yang jauh dari daerah tambang karena lumpur yang terbawa arus. Misalnya, spot karang di Batu Malang Duyung, ParitTiga- Bangka Barat, Karang Melantut Rebo - Bangka, KarangPulauSemujur - Bangka Tengah, Karang Pulau Dapur - Bangka Selatan. Daerah tepiataupesisir yang ekosistem terumbu karangnya rusak pun banyak seperti di pantai tanjung kerasak Sadai - Bangka Selatan, Pantia Pesaren Belinyu dan Pantai Turun Aban Sungailiat – Bangka. Berdasarkan hasil penelitian kami, hanya tersisa satu spot saja disepanjang pesisir Pulau Bangka yang ekosistem terumbu karangnya masih baik yaitu di kawasan pantai pelabuh dalem Dusun Tuing Desa Mapur – Bangka.
Akibat tailing pertambangan timah, terumbu karang yang hidup akan tertutup oleh sedimentasi lumpur (sediment halus). Pada ambang batas yang wajar sebenarnya karang mampu menghasilkan lendir (mucus) untuk melindungi tubuhnya. Namun jika jumlahnya banyak dan lama, air keruh, matahari sulit menembus dasar perairan. Akhirnya karang taka akan mampu bertahan karena untuk menghasilkan lender pun karang membutuhkan energy yang besar. Metabolism yang terganggu akibat tingginya intensitas sedimentasi ini akhirnya membuat karang mati tertutup lumpur.
Terumbu karang yang telah mati dan tertutup lumpur ini lama-kelamaan akan patah kemudian ditembuhi oleh mikro dan makroalga. Pertumbuhan makroalga ini relative sangat cepat. Apalagi substrat lumpur berpadu dengan karang mati yang keras menyediakan tempat tumbuh yang baik bagi makroalga. Akibatnya adalah terjadinya pergantian dari yang semula ekosistem terumbu karang yang indah dan alami menjadi ekosistem makroalga yang menutupi karang yang telah mati tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan dari Tahun 2007 – 2015, dari spot karang yang awalnya alami dan indah kemudian terkena pengaruh dari dampak pertambangan sehingga menjadi ekosistem makroalga, tak satu pun dari spot tersebut yang kembalilagi (recovery) menjadiekosistemterumbukarang yang indahdansehat. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan makroalaga yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan karang. Makroalga yang sudah tua kemudian mati akan menambah serasah dan nutrient dalam ekosistem tersebut sehingga akan menyebabkan keberlangsungan makroalga akan terus berlanjut. Sementara itu, lapisan lumpur (sedimen halus) dan banyak serasah bukanlah merupakan substrat yang cocok bagi planula karang untuk menempel dan tumbuh besar menjadi individu karang baru. Planula karang dapat menempel pada substrat keras, kasar dan relatif bersih sehingga dapat melekat dengan kuat. Kenyataan inilah yang menjadi kekhawatiran para pakar biologi karang di seluruh dunia. Banyaknya ekosistem terumbu karang yang berubah menjadi ekosistem makroalga. Dan ini dengan nyata terjadi di peraian Pulau Bangka.
Ekosistem terumbu karang yang telah mati dan berganti menjadi ekosistem makroalga bukan lagi menjadi ekosistem yang memiliki potensi yang besar untuk sector pariwisata dan perikanan. Ekosistem makroalga tak cantik dan berwarna-warni seperti ekosistem terumbu karang. Ikannya pun tak banyak lagi. Tak sebanyak dan jenisnya tak beraneka ragam seperti pada ikan-ikan di ekosistem terumbu karang.
Karenanya,  pertambangan timah di Perairan Bangka provinsi kepulauan Bangka Belitung tak hanya melihat dari aspek ekonomi yang dihasilkan untuk daerah dan pengusaha tambang, melainkan melihat dampak dari sisi ekologi khususnya ekosistem terumbu karang yang merupakan ekosistem vital di lautan. Sektor unggulan non tambang yang terbarukan seperti perikanan dan pariwisata (wisatabahari) seharusnya pun menjadi prioritas utama dalam pengelolaan yang berkelanjutan.

Gambar 1. Terumbu Karang Oke

Gambar 2. Terumbu Karang Oke 2

Gambar 3. Terumbu Lumpur

Gambar 4. Terumbu Lumpur 2

Gambar 5. Terumbu Lumpur 3

Gambar 6. Terumbu Alga

Gambar 7. Terumbu Alga 1

Gambar 8. Terumbu Lumpur 4

Gambar 9. Terumbu Lumpur 5

Gambar 10. Terumbu Lumpur 6

Gambar 11. Terumbu Lumpur 7

Gambar 12. Terumbu Lumpur 8

Gambar 13. Terumbu Lumpur 9

0 komentar:

Posting Komentar