Breaking News
Loading...
Sabtu, 22 Juni 2013

Pulau Belitung selama ini mungkin hanya dikenal karena potensi pertambangan timahnya yang mendunia. Sejarah juga mencatat bahwa dulu disini terdapat pembangkit listrik tenaga diesel terbesar di Asia Tenggara yang dikenal dengan EC yang dibangun pada zaman kolonial Belanda untuk mengekploitasi timah di pulau ini. Sejak karya Andrea Hirata dalam novel Laskar Pelangi turut mendunia, pulau ini mulai dilirik orang karena keindahan pantainya. Keindahan pantai dengan bebatuan granit raksasa mungkin hanya dimiliki Pulau Belitung. Potensi tambang kini perlahan mulai ditinggalkan dan beralih pada bidang pariwisata, khususnya wisata pantai. Wisatawan domestik maupun mancanegara berbondong-bondong mengunjungi pulau ini didukung oleh kegiatan Sail Belitung. Ini memang merupakan potret perkembangan sebuah daerah.

Saat ini kita bukan akan meninggalkan pertambangan dan pariwisata. Namun disini kita akan melihat kekayaan lain Pulau Belitung yang jauh lebih bermakna yakni hutan. Hutan di Belitung memang terkesan tidak produktif, memiliki pohon dengan diameter batang yang kecil-kecil, yang tampak hanyalah semak-perdu yang kerdil, berlantai pasir kuarsa, miskin hara dan sulit diolah untuk pertanian. Lantas apakah semua itu sebuah kerugian atau malapetaka? Tentu saja tidak, karena tidak ada yang sia-sia di bumi ini. Hutan yang dimiliki Belitung pun sama halnya dengan kekayaan timah dan keindahan pantai yaitu hanya ada di Pulau Belitung. Tipe hutan yang ada di Belitung adalah hutan kerangas. Hutan kerangas adalah hutan yang tumbuh di atas pasir kuarsa, miskin hara dan pH rendah (Whitmore 1984). Hutan kerangas yang sudah terbuka akibat kebakaran maka terbentuklah satu ekosistem khusus yakni padang kerangas dengan vegetasi khasnya seperti sapu padang (Baeckea frutescens), ketakong (Nepenthes gracilis), drosera (Drosera burmanii) dan kucai padang (Fimbristylis sp.).


Gambar 1. Kondisi hutan kerangas



Gambar 2. Bentuk fisik padang kerangas


Sebaran hutan kerangas di Indonesia hanya ada di Sumatera dan Kalimantan. Luasnyapun sangat kecil dibandingkan dengan tipe hutan lainnya. Hutan kerangas dalam jumlah yang luas hanya terdapat di pulau Bangka dan Belitung, dan sedikit di kepulauan Natuna (Whitten et al 1984).


Gambar 3. Peta sebaran hutan kerangas di Indonesia (Sumber foto: http://www.eoearth.org)


Sumberdaya hutan kerangas tidak kalah dengan tipe hutan lainnya. Kondisinya yang ekstrim tersebut menyimpan jenis-jenis tumbuhan yang unik dan memiliki manfaat yang luar biasa. Menurut Oktavia (2012) sekurangnya terdapat 224 jenis tumbuhan disana, beberapa diantaranya yaitu ketakong/ kantong semar (Nepenthes spp.), drosera (Drosera burmanii), pelawan (Tristaniopsis obovata), ulin (Eusideroxylon zwagerii), pasak bumi (Eurycoma longifolia) dan lainnya. Sebanyak 101 jenis tumbuhan obatpun teridentifikasi berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal setempat. Salah satu yang menarik yaitu pemanfaatan getah daun dari ujung duri butun (Cratoxylon formosum) yang masih dalam tingkat pancang sebagai obat kutil. Potensi betor belulang (Callophyllum lanigerum) juga banyak terdapat disana, dan jenis ini merupakan jenis yang mengandung Calanolide A yang berpotensi melawan virus HIV (Cragg et al 1995).


Gambar 4. Tanaman Drosera burmanii yang terdapat di Padang kerangas


Gambar 5. Daun di ujung duri Cratoxylon formossum

Hasil penelitian Fakhrurrazi (2001) mengatakan bahwa masyarakat lokal Belitung memiliki kearifan lokal dalam mengelola hutan sehingga terbentuklah bentuklahan lokal khas belitung yang dikenal dengan istilah ai, rimba, padangen, pesiser dan bakau untuk ekosistem alami. Selain itu juga terdapat ekosistem buatan dan suksesi yaitu ume, pekarangen, bebak dan kelekak. Masyarakat lokal juga mengenal 4 istilah lahan yaitu tana darat, tana kepo, tana amau dan tana teraja. Peralihan jenis tana teraja dengan tana lainnya tidak boleh diganggu yaitu teraja malangen amau dan teraja malangen darat, karena merupakan area penyangga kawasan tana teraja yang rentan terhadap gangguan. Hutan yang tumbuh di atas tana teraja itulah yang dimaksud sebagai hutan kerangas. Keterbukaan areal di hutan kerangas akan sulit dikembalikan seperti semula (rehabilitasi). 

Perkembangan di Pulau Belitung semakin membutuhkan ruang untuk pembangunan infrastruktur maupun lahan mata pencaharian untuk masyarakat. Masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit, karet dan mungkin akan diiringi perusaahan hutan tanaman industri akan mengancam kelestarian hutan kerangas disana. Keterbukaan hutan kerangas yang sedikit saja, akan sulit dikembalikan karena miskinnya unsur hara disana. Sebuah fenomena yang tidak pernah terjadi sebelumnya, menurut masyarakat sekitar hutan setelah hutan kerangas dibuka menjadi area plasma kelapa sawit akhirnya mengakibatkan beberapa hal seperti mendatangkan lalat di sekitar rumah mereka, cadangan air tanah menurun, dan beberapa anak sungai lebih cepat kering. Hasil penelitian Pratiwi (2010) menyebutkan bahwa kondisi air tanah di Belitung Timur khususnya sudah dalam kondisi buruk dan kesuburan lahan disanapun buruk sekitar 218.101 Ha merupakan lahan yang rusak. Deforestasi dan degradasi hutan kerangas akibat penambangan timah maupun pasir kuarsa telah menyisakan cerukan-cerukan besar dan hamparan tailing. Jumlah tersebut tentu saja akan menambah angka lahan kritis di Belitung. 


Gambar 6. Kondisi lahan bekas tambang kuarsa



Gambar 7. Kondisi lahan bekas tambang timah

Saat ini perlu adanya upaya pemerintah bersama masyarakat untuk mengembalikan hutan di Belitung, salah satunya dengan kegiatan restorasi lahan pascatambang dan konservasi hutan kerangas yang saat ini berada dalam status hutan lindung. Dalam hal ini, mungkin diperlukan sebuah kawasan konservasi agar masyarakat tetap dapat mengakses sumberdaya hutan namun dengan tidak mengabaikan fungsi lindungnya. Dalam konsorsium High Conservation Value Toolkit Indonesia (2008), disebutkan bahwa hutan kerangas harus dipertahankan dalam kondisi alaminya dengan zona penyangga minimal satu kilometer dimana seminimal mungkin kegiatan dilakukan disana. Langkah-langkah yang dapat diambil yaitu dengan membangun arboretum, kebun raya daerah, taman hutan raya, bahkan cagar alam. Tren wisata Belitung yang selama ini terkonsentrasi di kawasan pantai perlu diarahkan pada alternatif destinasi lainnya yakni kawasan hutan. Salahsatu permasalahan utama dalam perkembangan pariwisata Belitung adalah kurang inovatifnya pemerintah dalam mengembangkan paket wisata. Dengan memperkenalkan keunikan hutan kerangas yang memiliki berbagai potensi dan keistimewaan maka akan menjadi paket wisata yang tidak kalah menariknya untuk dijadikan sebagai paket baru dalam dunia pariwisata Belitung. Dengan adanya potensi tumbuhan obat, tanaman hias, edibel, konstruksi dan lainnya di dalam hutan dapat menjadi daya tarik wisata yang bernilai pendidikan. Semua ini tergantung pemerintah daerah dalam mengelola sumberdaya hutan berkelanjutan. Berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan di hutan kerangas masih perlu dilakukan sebagai bahan dasar pemerintah dalam mengelola hutan kerangas.

Secara umum hutan kerangas sudah terbukti memiliki kenaekaragaman hayati yang sangat melimpah, sumberdaya mineral yang juga melimpah namun sangat disayangkan jika semuanya harus dieksploitasi dengan berlebihan. Semua sumberdaya alam ini adalah titipan anak cucu, bukan warisan untuk dihabiskan. Adalah tantangan pemerintah dalam mengelola sumberdaya hutan yang ada di Belitung, khususnya hutan kerangas. Salah satunya yaitu dengan memberdayakan masyarakat lokal untuk mandiri dengan sumberdaya hutan yang ada. Keterlibatan pemerintah dalam konservasi hutan kerangas akan menjadi bagian dunia internasional dalam konservasi ekosistem yang terancam punah. Kita semua berharap agar pemerintah daerah tidak hanya membiarkan kondisi hutan kerangas di pulau ini terus tergerus oleh sektor lain seperti pertambangan dan perkebunan. Harus ada perlindungan untuk kawasan hutan kerangas yang kondisinya masih alami sehingga ciri khas hutan di Pulau Belitung ini dapat dikenal hingga masa mendatang.


Penulis: Dina Oktavia (Mahasiswa pascasarjana S2 Jurusan Silvikultur Tropika Fakultas Kehutanan IPB)
Editor teks: Indra Ambalika & Utia Suarma

Tulisan ini telah dipresentasikan dalam acara “Mengenal Hutan Kerangas Babel” dalam Forum ilmiah Mahasiswa Pascasarjana Bangka Belitung di Bogor, Mei 2013.

2 komentar:

  1. Tulisan menarik...........diperlukan upaya dari Masyarakat,Pemda dan DPRD dan untuk menjaga anugerah-Nya menjadi berkah bukan sebuah kutukan.Fungsi lindung hutan kerangas harus ditingkatkan menjadi hutan konservasi. Salam lestari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Pak Surengpati atas opininya. Betul sekali, diperlukan upaya bersama dari semua pihak untuk menjadikan lingkungan yang tetap lestari bagi generasi mendatang.

      Hapus