Breaking News
Loading...
Jumat, 21 Maret 2014

Rumpon pelepah daun kelapa sawit : inovasi aplikatif yayasan SBK untuk nelayan Bangka Belitung

Study case : Nelayan Tuing, Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka

Oleh : Indra Ambalika Syari

Saat ini, tak ada wilayah di Indonesia termasuk Bangka Belitung yang sebelumnya merupakan daerah kantong-kantong perikanan yang kaya dengan sumberdaya ikan kini kondisinya semakin menurun akibat penangkapan ikan yang terbukti tidak berazaz lingkungan dan berkelanjutan. Laju reproduksi dan pertumbuhan ikan di laut telah tak sebanding dengan laju pertambahan jumlah armada dan modernisasi alat tangkap. Semakin banyaknya jumlah armada tangkap dan modernisasi alat tangkap yang dapat menangkap ikan hingga ke perairan yang jauh membuat stok ikan di perairan terus menurun. Hal ini diperparah dengan habitat penting ikan seperti ekosistem terumbu karang yang merupakan daerah pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan mengalami kerusakan yang angkanya terus meningkat. Kondisi ini sangat jelas terjadi di Pulau Bangka Belitung dimana kondisi ekosistem terumbu karang banyak yang rusak akibat sedimentasi dari aktivitas penambangan timah di laut maupun masukan sediment ke laut dari aliran sungai yang tercemar pertambangan timah di darat.
Padahal kebutuhan protein hewani dari biota laut seperti ikan semakin tinggi dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya mineral dan protein hewani dari laut terhadap kesehatan dan kecerdasan yang tidak dapat diganti oleh ikan air tawar. Hal ini membuat harga komoditi perikanan laut semakin hari semakin tinggi. Selain untuk kebutuhan lokal, terbukti komoditi perikanan dari Bangka Belitung pun di ekspor ke luar daerah seperti Pulau Jawa dan luar negeri. Sebagai contoh Cumi-cumi Bangka (Loligo chinensis. Gray, 1849). Komoditi dari class Cephalopoda ini dijual di swalayan-swalayan besar di JABODETABEK dalam bentuk segar. Selain itu, Cumi-cumi Bangka dalam bentuk beku (frozen) di ekspor ke Malaysia dan Singapura sedangkan cumi kering di ekspor ke Thailand dengan harga jual di nelayan Rp 200.000/kg kering. Untuk mengatasi semakin terbatas dan menurunnya hasil tangkapan komoditi perikanan di laut, program pengkayaan stok ikan (fish stock enrichment) dan budidaya perikanan laut (mariculture) menjadi program yang harus dikembangkan dan disiapkan untuk masa depanb.
Gambar 1. Harga Cumi Bangka di Swalayan JABODETABEK
Kondisi ini disadari betul oleh ”Yayasan SBK”. Karenanya, penelitian aplikatif untuk program enrichment stock dan budidaya mulai dikembangkan. Salahsatu program ini adalah penelitian rumpon atraktor cumi yang telah sukses dan diliput oleh Bangkapos dan televisi nasional Trans7. Kali ini, Yayasan SBK melakukan penelitian aplikatif untuk nelayan Bangka Belitung khususnya dan Indonesia umumnya yaitu rumpon ikan berbahan pelepah daun kelapa sawit.


Rumpon (fish aggregat device) pada dasarnya adalah alat untuk mengumpulkan ikan. Setelah ikan berkumpul di rumpon maka ikan ditangkap. Tak heran penanaman rumpon di laut sama halnya seperti bercocok tanam di darat. Intinya, ”menanam rumpon memanen ikan”. Semakin efektif rumpon untuk mengumpulkan ikan maka semakin baiklah rumpon tersebut. Banyak model dan jenis rumpon yang telah dikembangkan saat ini. Namun, rumpon dapat berdampak negatif bila tidak dikelola dengan baik. Dikhawatirkan rumpon akan mempercepat laju overfishing di suatu perairan karena ikan semakin mudah ditangkap. Ikan berkumpul di spot penenggelaman rumpon lalu ditangkap. Bila dikelola dengan baik, sebaliknya rumpon dapat menjadi spot baru bagi ikan untuk mencari makan, berlindung dan menempelkan telurnya. Sebenarnya telah ada regulasi mengenai pengelolaan rumpon melalui keputusan menteri kelautan perikanan (Kepmen KP), namun penegakan di lapangan masih sangat lemah.
Beberapa penelitian menunjukkan hasil bahwa ikan betina yang ditangkap di spot penenggelaman rumpon sebagian besar adalah ikan yang Tingkat Kematangan Gonat (TKG) di tingkat 2 dan 3. Ini artinya, ikan hasil tangkapan dari rumpon sebenarnya dapat dijadikan sebagai indukan untuk program budidaya.
 
-------------------

Berlatar permasalahan diatas, Yayasan SBK merancang rumpon yang aplikatif untuk nelayan. Aplikatif dalam artian mudah ditiru karena mudah dalam pembuatan dan murah dalam pembiayaan. Harapannya, rumpon hasil rancangan ini efektif dalam mengumpulkan ikan, karenanya sebelum model rumpon ini diaplikasikan, harus dilakukan penelitian terhadap efektifitas rumpon.
Pembuatan Pemberat Rumpon
Pembuatan rumpon diawali dengan pembuatan pemberat (sinker) di rumah salahsatu volunteer Yayasan SBK sekaligus guru dan pembina pramuka di SMK Negeri 2 Sungailiat Bangka. Kegiatan pembuatan rumpon ini memang bekerjasama dengan SMK Negeri 2 Sungailiat yang berlatar MoU kerjasama dengan Yayasan SBK. Pemberat dibuat dari beton cor yang dicetak kemudian dibawa ke Pantai Pelabuh Dalem – Tuing Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka. Inovasi yang dilakukan dalam pembuatan rumpon adalah menggunakan pelepah daun kelapa sawit sebagai pemikat (atractor). Secara sederhana, rumpon hanya terdiri dari pelampung (fload), tali (rope), pemikat (atractor) dan pemberat (sinker). Sinker berfungsi agar rumpon tidak berpindah-pindah terbawa arus laut. Pelampung berfungsi untuk menjadi petunjuk lokasi rumpon jika posisi pelampung berada dipermukaan air, namun saat ini pelampung banyak berfungsi untuk menjaga agar posisi rumpon tetap vertikal (tegak lurus) dan tidak sampai di permukaan karena khawatir rumpon akan dirusak oleh nelayan lain. Pengecekan posisi rumpon biasanya dilakukan dengan GPS atau fish finder.

Penggunaan daun pelepah kelapa sawit sebagai pemikat sebenarnya berlatar dari pertanyaan seorang PNS di BLHD Belitung Timur saat penulis melakukan kajian di kabupaten tersebut, ”Apakah pelepah daun kelapa sawit dapat digunakan untuk rumpon ikan?”. Biasanya pemikat berbahan pelepah daun kelapa yang masih segar (bukan yang sudah kering). Penggunaan daun pelepah kelapa sawit cukup realistis untuk diterapkan dengan alasan sbb :
  • Mudah diperoleh dan harga murah. Daun pelepah kelapa sawit banyak terdapat di Pulau Bangka Belitung. Perkebunan kelapa sawit terbentang luas di Pulau Bangka Belitung baik oleh perusahaan swasta maupun oleh masyarakat. Saat tandan buah kelapa sawit dipanen, maka secara otomatis daun pelepah kelapa sawit harus dibersihkan/dipapah. Setiap satu hektar lahan kelapa sawit menghasilkan 6.400 – 7.500 daun pelepah kelapa sawit. Perkebuanan sawit sangat luas di Indonesia, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI luas kebun kelapa sawit di Indonesia adalah 9.074.621 ha pada tahun 2012. di Pulau Bangka sendiri, luas kebun kepala sawit pada tahun 2012 mencapai 57.268,64 ha (data Dinas Pertanian Provinsi Kepaulauan Bangka Belitung, 2012). Dibandingkan dengan daun pelepah kelapa, untuk bahan pemikat rumpon maka daun harus sengaja diambil dengan cara memotong bagian pangkal daun pelepah kelapa yang masih hijau dibagian pelepah daun urutan ke 2 – 4 dari bawah. Hal ini menyebabkan pohon kelapa sengaja dipanjat untuk memperoleh daun pelepah kelapa untuk ukuran kelapa yang sudah tinggi. Pohon kelapa di daerah pantai di Pulau Bangka Belitung sebagian besar adalah berpohon tinggi. Hal inipun akhirnya memberikan resiko yang cukup besar jika terjadi kecelakaan dalam pengambilan daun pelepah kelapa tersebut.
  • Daun pelepah kelapa sawit secara umum memiliki karakteristik fisik dan kimia yang relatif sama dengan daun pelepah kelapa. Susunan daun tanaman kelapa sawit sama dengan tanaman kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk. Daun sawit tersusun atas 70% serat kasar dan 22% karbohidrat (berdasarkan bahan kering). Secara kimia, daun kelapa sawit mengandung lignin (27,6%), selulosa (16,6%) dan hemiselulosa (27,6%). Kemiripan antara bentuk dan struktur kimia antara daun pelepah kelapa sawit dengan daun pelepah kelapa diestimasikan akan memberikan hasil yang relatif sama terhadap efektifitas sebagai pemikat ikan untuk pembuatan rumpon di laut.
  • Daun pelepah kelapa sawit selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Biasanya daun pelepah kelapa sawit dibiarkan saja di lahan perkebunan kelapa sawit untuk menjadi pupuk hijau. Berdasarkan beberapa referensi, daun kelapa sawit sejauh ini baru dimanfaatkan untuk campuran pada tambahan pakan pada sapi dan domba. Pemanfaatan daun pelepah kelapa sawit menjadi rumpon merupakan terobosan baru yang dapat dilakukan agar memberikan manfaat yang lebih besar untuk meningkatkan kesuburan perikanan menjadi bahan makanan bagi ikan sekaligus menjadi rumpon bagi nelayan kecil untuk memastikan daerah tangkapannya.
 Pembuatan rumpon di lapangan dibantu oleh adik-adik pramuka dari siswa SMK Negeri 2 Sungailiat dan perwakilan nelayan Tuing. Penentuan titik penenggelaman langsung dipandu oleh kepala dusun (kadus) Tuing yang merupakan nelayan handal yang hafal seluk beluk lokasi tangkapan nelayan dan lokasi karang. Pelibatan siswa SMK Negeri 2 Sungailiat untuk mengajarkan siswa agar terlibat aktif terhadap kegiatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat nelayan. Pembuatan dan penenggelaman rumpon di lapangan dilakukan pada hari minggu, 20 Oktober 2013.
Persiapan Penenggelaman

Rumpon yang dibuat merupakan rumpon payang dimana setiap titik terdiri dari empat pemberat dan 40 pelepah kelapa sawit. Titik penenggelaman berjarak hanya sekitar 5 km dari Pantai Pelabuh Dalem – Tuing atau sekitar 30 menit ditempuh dengan perahu nelayan. Rumpon ditenggelamkan di perairan yang cukup dalam (minimal 20 meter). Rumpon kemudian akan menjadi tempat berteduh, bermain dan berkumpul ikan. Semakin bertambah waktu maka daun kelapa sawit menjadi busuk dan membuat banyak hewan renik (plankton) di lokasi penenggelaman rumpon yang akhirnya membuat ikan-ikan kecil pemakan plankton pun semakin banyak. 
Penenggelaman Rumpon

Penenggelaman Rumpon
Makanan bagi ikan-ikan besar yang biasanya merupakan ikan tangkapan utama karena memiliki harga jual yang tinggi. Banyaknya ikan di lokasi penenggelaman rumpon membuat nelayan jelas dalam menuju daerah tangkapan dan hasil tangkapan ikan yang banyak dengan harga ikan yang lebih tinggi karena ikan tangkapan merupakan ikan jenis tangkapan utama. Dibandingkan dengan meraba-raba atau mencari-cari daerah yang diduga terdapat banyak ikan, jelasnya lokasi menangkap ikan membuat nelayan menjadi lebih hemat bahan bakar, hemat waktu dalam menangkap ikan dan dengan hasil tangkapan yang memuaskan.

Monitoring hasil penenggelaman rumpon dilakukan sebanyak empat kali setiap minggu menggunakan pancing standar nelayan. Dari tiga titik penenggelaman rumpon yang dibuat telah menghasilkan ikan hasil tangkapan yang jauh lebih baik dibandingkan tanpa rumpon. Ikan yang ditangkap benilai ekonomis tinggi dengan waktu tangkap lebih singkat dan lebih hemat bahan bakar minyak. Ini tentunya juga akan megurangi penyusutan umur mesin dan perahu karena pemakaian yang lebih singkat. Pengujian hasil rumpon ini diujicobakan kepada perwakilan nelayan. 
Hasil Tangkapan Bersama Nelayan Tuing

Ikan Bulat Hasil Pancingan

Ikan Kerapu Hasil Pancingan

Ikan Merah Hasil PAncingan
Ikan hasil tangkapan utama adalah ikan kakap merah (Lutjanus sebae dan L. lemniscatus), kerapu (Ephinephelus bilobatus), ikan cantik manis (Carangoides talamparoides), hapaw (Atule mate), kembung (Rastreliger kanagurta), jebung (Abalistes stellatus), kerisi (Nemipterus furcosus) dan ikan kuning (Lutjanus lutjanus). Ikan ini merupakan ikan yang termasuk memiliki harga yang cukup tinggi terutama ikan kakap merah. Menurut cerita nelayan pancing dari Tuing, sudah lama mereka tidak pernah mendapat ikan kakap merah. Bayangkan! hanya berjarak kurang dari 5 km dari pantai sudah mendapat hasil ikan kakap merah. Inilah mengapa pemilihan lokasi penenggelaman rumpon dilakukan di Perairan Tuing. Kondisi perairan di kawasan Tuing masih alami karena tidak terdapat pencemaran sedimentasi seperti banyak daerah di Pulau Bangka. 

Melalui tulisan ini, kami mengapresiasikan bantuan CSR dari PT Gunung Pelawan Lestari (GPL) yang telah membantu dana sebesar Rp 2 juta untuk kegiatan rumpon ini. Selain itu kepada volunteer Yayasan SBK yang ikut berpartisipasi baik tenaga maupun biaya. Sebenarnya Yayasan SBK juga telah mengirimkan proposal kegiatan ini ke Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan PT Timah Tbk, sayangnya belum mendapat respon positif. Syukurlah dengan dana yang alakadarnya kegiatan pembuatan, penenggelaman dan monitoring rumpon dari pelepah daun kelapa sawit tetap dapat terlaksana sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Add caption

Berdasarkan hasil penelitian yang telah Yayasan SBK lakukan maka rumpon hasil inovasi dari bahan pelepah daun kelapa sawit dapat diaplikasikan kepada nelayan sesuai dengan prosedur dan kondisi lingkungannya. Semoga hasil penelitian ini dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dan swasta melalui kegiatan CSR atau sejenisnya.






Tim Peneliti : Indra Ambalika Syari, M.Si (Ketua). Haswin S.T, dan Iqbal Zamzami, S.P
Volunteer : Adik-adik Pramuka dari SMK Negeri 2 Sungailiat dan Nelayan Tuing (Pak Asmin, Bapak Kepala Dusun Tuing, dan Pak Pingping).

1 komentar:

  1. Selamat membangun economi kerakyatan babel (bangka belitung)...
    Informasi tentang babel di atas cukup lengkap, namun perlu dilakukan aksi secara nyata untuk ekonomi masyarakat pasca tambang timah. economi kerakyatan yang berpihak pada masyarakat luas yg berazaskan kekeluargaan dan kedaulatan rakyat sesuai uud 1945 psl 27, 33, 34. Bumi air dan kekayaan alam yg terkandung di dalam nya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar besar kemakmuran rakyat. Economi kerakyatan babel misalnya: dahulu seorang nelayan maka sekarang nelayan berangkat ke laut mencari ikan , petani lada kembali ke kebun lada, pns bekerja melayani dengan baik, pekerja tambang ya harus ke tambang dsb nya.. sehingga babel akan teratur dalam economi/ sesuai keahlian masing2. Karena selama ini masyarakat di babel mencari pekerjaan yang instan dengan adanya kebebasan menambang timah oleh rakyat..sedangkan mineral timah tidak dapat di perbaharui. semoga bermanfaat, wassalam, sujasmir hamid

    BalasHapus