Rumpon pelepah daun kelapa sawit : inovasi aplikatif
yayasan SBK untuk nelayan Bangka Belitung .
Study case : Nelayan Tuing, Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka
Oleh
: Indra Ambalika Syari
Saat ini, tak
ada wilayah di Indonesia
termasuk Bangka Belitung yang sebelumnya merupakan daerah kantong-kantong
perikanan yang kaya dengan sumberdaya ikan kini kondisinya semakin menurun
akibat penangkapan ikan yang terbukti tidak berazaz lingkungan dan berkelanjutan.
Laju reproduksi dan pertumbuhan ikan di laut telah tak sebanding dengan laju
pertambahan jumlah armada dan modernisasi alat tangkap. Semakin banyaknya
jumlah armada tangkap dan modernisasi alat tangkap yang dapat menangkap ikan
hingga ke perairan yang jauh membuat stok ikan di perairan terus menurun. Hal
ini diperparah dengan habitat penting ikan seperti ekosistem terumbu karang
yang merupakan daerah pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan mengalami
kerusakan yang angkanya terus meningkat. Kondisi ini sangat jelas terjadi di
Pulau Bangka Belitung dimana kondisi ekosistem terumbu karang banyak yang rusak
akibat sedimentasi dari aktivitas penambangan timah di laut maupun masukan
sediment ke laut dari aliran sungai yang tercemar pertambangan timah di darat.
Padahal
kebutuhan protein hewani dari biota laut seperti ikan semakin tinggi dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya kesadaran masyarakat
akan pentingnya mineral dan protein hewani dari laut terhadap kesehatan dan
kecerdasan yang tidak dapat diganti oleh ikan air tawar. Hal ini membuat harga komoditi perikanan laut
semakin hari semakin tinggi. Selain untuk kebutuhan lokal, terbukti komoditi
perikanan dari Bangka Belitung pun di ekspor ke luar daerah seperti Pulau Jawa
dan luar negeri. Sebagai contoh Cumi-cumi Bangka (Loligo chinensis. Gray, 1849). Komoditi dari class Cephalopoda ini dijual di swalayan-swalayan besar di
JABODETABEK dalam bentuk segar. Selain itu, Cumi-cumi Bangka dalam bentuk beku
(frozen) di ekspor ke Malaysia dan Singapura
sedangkan cumi kering di ekspor ke Thailand dengan harga jual di nelayan Rp
200.000/kg kering. Untuk mengatasi semakin terbatas dan menurunnya hasil
tangkapan komoditi perikanan di laut, program pengkayaan stok ikan (fish stock enrichment) dan budidaya
perikanan laut (mariculture) menjadi
program yang harus dikembangkan dan disiapkan untuk masa depanb.
![]() |
Gambar 1. Harga Cumi Bangka di Swalayan JABODETABEK |
Kondisi ini disadari betul oleh ”Yayasan SBK”. Karenanya, penelitian
aplikatif untuk program enrichment stock
dan budidaya mulai dikembangkan. Salahsatu program ini adalah penelitian rumpon
atraktor cumi yang telah sukses dan diliput oleh Bangkapos dan televisi
nasional Trans7. Kali ini, Yayasan SBK melakukan penelitian aplikatif untuk
nelayan Bangka Belitung khususnya dan Indonesia umumnya yaitu rumpon ikan
berbahan pelepah daun kelapa sawit.
Rumpon (fish aggregat device)
pada dasarnya adalah alat untuk mengumpulkan ikan. Setelah ikan berkumpul di
rumpon maka ikan ditangkap. Tak heran penanaman rumpon di laut sama halnya
seperti bercocok tanam di darat. Intinya, ”menanam
rumpon memanen ikan”. Semakin efektif rumpon untuk mengumpulkan ikan maka
semakin baiklah rumpon tersebut. Banyak model dan jenis rumpon yang telah
dikembangkan saat ini. Namun, rumpon dapat berdampak negatif bila tidak
dikelola dengan baik. Dikhawatirkan rumpon akan mempercepat laju overfishing di suatu perairan karena
ikan semakin mudah ditangkap. Ikan berkumpul di spot penenggelaman rumpon lalu
ditangkap. Bila dikelola dengan baik, sebaliknya rumpon dapat menjadi spot baru
bagi ikan untuk mencari makan, berlindung dan menempelkan telurnya. Sebenarnya
telah ada regulasi mengenai pengelolaan rumpon melalui keputusan menteri
kelautan perikanan (Kepmen KP), namun penegakan di lapangan masih sangat lemah.
Beberapa penelitian menunjukkan hasil bahwa ikan betina yang ditangkap di
spot penenggelaman rumpon sebagian besar adalah ikan yang Tingkat Kematangan
Gonat (TKG) di tingkat 2 dan 3. Ini artinya, ikan hasil tangkapan dari rumpon
sebenarnya dapat dijadikan sebagai indukan untuk program budidaya.
-------------------
Berlatar permasalahan diatas, Yayasan SBK merancang rumpon yang aplikatif
untuk nelayan. Aplikatif dalam artian mudah ditiru karena mudah dalam pembuatan
dan murah dalam pembiayaan. Harapannya, rumpon hasil rancangan ini efektif
dalam mengumpulkan ikan, karenanya sebelum model rumpon ini diaplikasikan,
harus dilakukan penelitian terhadap efektifitas rumpon.
![]() |
Pembuatan Pemberat Rumpon |
Pembuatan rumpon diawali dengan pembuatan pemberat (sinker) di rumah salahsatu volunteer
Yayasan SBK sekaligus guru dan pembina pramuka di SMK Negeri 2 Sungailiat
Bangka. Kegiatan pembuatan rumpon ini memang bekerjasama dengan SMK Negeri 2
Sungailiat yang berlatar MoU kerjasama dengan Yayasan SBK. Pemberat dibuat dari
beton cor yang dicetak kemudian dibawa ke Pantai Pelabuh Dalem – Tuing
Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka. Inovasi yang dilakukan dalam pembuatan
rumpon adalah menggunakan pelepah daun kelapa sawit sebagai pemikat (atractor). Secara sederhana, rumpon
hanya terdiri dari pelampung (fload),
tali (rope), pemikat (atractor) dan pemberat (sinker). Sinker berfungsi agar rumpon
tidak berpindah-pindah terbawa arus laut. Pelampung berfungsi untuk menjadi
petunjuk lokasi rumpon jika posisi pelampung berada dipermukaan air, namun saat
ini pelampung banyak berfungsi untuk menjaga agar posisi rumpon tetap vertikal
(tegak lurus) dan tidak sampai di permukaan karena khawatir rumpon akan dirusak
oleh nelayan lain. Pengecekan posisi rumpon biasanya dilakukan dengan GPS atau fish finder.
Penggunaan daun pelepah kelapa sawit sebagai
pemikat sebenarnya berlatar dari pertanyaan seorang PNS di BLHD Belitung Timur saat
penulis melakukan kajian di kabupaten tersebut, ”Apakah pelepah daun kelapa
sawit dapat digunakan untuk rumpon ikan?”. Biasanya pemikat berbahan pelepah daun
kelapa yang masih segar (bukan yang sudah kering). Penggunaan daun pelepah
kelapa sawit cukup realistis untuk diterapkan dengan alasan sbb :
- Mudah
diperoleh dan harga murah. Daun pelepah kelapa sawit banyak terdapat di
Pulau Bangka Belitung. Perkebunan kelapa sawit terbentang luas di Pulau
Bangka Belitung baik oleh perusahaan swasta maupun oleh masyarakat. Saat
tandan buah kelapa sawit dipanen, maka secara otomatis daun pelepah kelapa
sawit harus dibersihkan/dipapah. Setiap satu hektar lahan kelapa sawit
menghasilkan 6.400 – 7.500 daun pelepah kelapa sawit. Perkebuanan sawit
sangat luas di Indonesia, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal
Perkebunan Kementerian Pertanian RI luas kebun kelapa sawit di Indonesia
adalah 9.074.621 ha pada tahun 2012. di Pulau Bangka sendiri, luas kebun
kepala sawit pada tahun 2012 mencapai 57.268,64 ha (data Dinas Pertanian
Provinsi Kepaulauan Bangka Belitung, 2012). Dibandingkan dengan daun
pelepah kelapa, untuk bahan pemikat rumpon maka daun harus sengaja diambil
dengan cara memotong bagian pangkal daun pelepah kelapa yang masih hijau
dibagian pelepah daun urutan ke 2 – 4 dari bawah. Hal ini menyebabkan
pohon kelapa sengaja dipanjat untuk memperoleh daun pelepah kelapa untuk
ukuran kelapa yang sudah tinggi. Pohon kelapa di daerah pantai di Pulau
Bangka Belitung sebagian besar adalah berpohon tinggi. Hal inipun akhirnya
memberikan resiko yang cukup besar jika terjadi kecelakaan dalam
pengambilan daun pelepah kelapa tersebut.
- Daun
pelepah kelapa sawit secara umum memiliki karakteristik fisik dan kimia
yang relatif sama dengan daun pelepah kelapa. Susunan daun tanaman kelapa
sawit sama dengan tanaman kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk.
Daun sawit tersusun atas 70% serat kasar dan 22% karbohidrat (berdasarkan
bahan kering). Secara kimia, daun kelapa sawit mengandung lignin (27,6%),
selulosa (16,6%) dan hemiselulosa (27,6%). Kemiripan antara bentuk dan
struktur kimia antara daun pelepah kelapa sawit dengan daun pelepah kelapa
diestimasikan akan memberikan hasil yang relatif sama terhadap efektifitas
sebagai pemikat ikan untuk pembuatan rumpon di laut.
- Daun pelepah kelapa sawit selama ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Biasanya daun pelepah kelapa sawit dibiarkan
saja di lahan perkebunan kelapa sawit untuk menjadi pupuk hijau.
Berdasarkan beberapa referensi, daun kelapa sawit sejauh ini baru
dimanfaatkan untuk campuran pada tambahan pakan pada sapi dan domba.
Pemanfaatan daun pelepah kelapa sawit menjadi rumpon merupakan terobosan
baru yang dapat dilakukan agar memberikan manfaat yang lebih besar untuk
meningkatkan kesuburan perikanan menjadi bahan makanan bagi ikan sekaligus
menjadi rumpon bagi nelayan kecil untuk memastikan daerah tangkapannya.
Pembuatan rumpon di lapangan dibantu oleh adik-adik pramuka dari siswa SMK
Negeri 2 Sungailiat dan perwakilan nelayan Tuing. Penentuan titik penenggelaman
langsung dipandu oleh kepala dusun (kadus) Tuing yang merupakan nelayan handal yang
hafal seluk beluk lokasi tangkapan nelayan dan lokasi karang. Pelibatan siswa
SMK Negeri 2 Sungailiat untuk mengajarkan siswa agar terlibat aktif terhadap kegiatan
lingkungan dan pemberdayaan masyarakat nelayan. Pembuatan dan penenggelaman
rumpon di lapangan dilakukan pada hari minggu, 20 Oktober 2013.
![]() |
Persiapan Penenggelaman |
Rumpon yang dibuat merupakan rumpon payang dimana setiap titik terdiri dari empat pemberat dan 40 pelepah kelapa sawit. Titik penenggelaman berjarak hanya sekitar 5 km dari Pantai Pelabuh Dalem – Tuing atau sekitar 30 menit ditempuh dengan perahu nelayan. Rumpon ditenggelamkan di perairan yang cukup dalam (minimal 20 meter). Rumpon kemudian akan menjadi tempat berteduh, bermain dan berkumpul ikan. Semakin bertambah waktu maka daun kelapa sawit menjadi busuk dan membuat banyak hewan renik (plankton) di lokasi penenggelaman rumpon yang akhirnya membuat ikan-ikan kecil pemakan plankton pun semakin banyak.
![]() |
Penenggelaman Rumpon |
![]() |
Penenggelaman Rumpon |
Makanan bagi
ikan-ikan besar yang biasanya merupakan ikan tangkapan utama karena memiliki
harga jual yang tinggi. Banyaknya ikan di lokasi penenggelaman rumpon membuat
nelayan jelas dalam menuju daerah tangkapan dan hasil tangkapan ikan yang
banyak dengan harga ikan yang lebih tinggi karena ikan tangkapan merupakan ikan
jenis tangkapan utama. Dibandingkan dengan meraba-raba atau mencari-cari daerah
yang diduga terdapat banyak ikan, jelasnya lokasi menangkap ikan membuat
nelayan menjadi lebih hemat bahan bakar, hemat waktu dalam menangkap ikan dan
dengan hasil tangkapan yang memuaskan.
Monitoring hasil penenggelaman rumpon dilakukan
sebanyak empat kali setiap minggu menggunakan pancing standar nelayan. Dari
tiga titik penenggelaman rumpon yang dibuat telah menghasilkan ikan hasil
tangkapan yang jauh lebih baik dibandingkan tanpa rumpon. Ikan yang ditangkap
benilai ekonomis tinggi dengan waktu tangkap lebih singkat dan lebih hemat
bahan bakar minyak. Ini tentunya juga akan megurangi penyusutan umur mesin dan
perahu karena pemakaian yang lebih singkat. Pengujian hasil rumpon ini
diujicobakan kepada perwakilan nelayan.
![]() |
Hasil Tangkapan Bersama Nelayan Tuing |
![]() |
Ikan Bulat Hasil Pancingan |
![]() |
Ikan Kerapu Hasil Pancingan |
![]() |
Ikan Merah Hasil PAncingan |
Ikan hasil tangkapan utama adalah ikan
kakap merah (Lutjanus sebae dan L. lemniscatus), kerapu (Ephinephelus
bilobatus), ikan cantik manis (Carangoides
talamparoides), hapaw (Atule mate), kembung (Rastreliger kanagurta), jebung (Abalistes stellatus), kerisi (Nemipterus furcosus) dan ikan kuning (Lutjanus lutjanus). Ikan ini merupakan
ikan yang termasuk memiliki harga yang cukup tinggi terutama ikan kakap merah.
Menurut cerita nelayan pancing dari Tuing, sudah lama mereka tidak pernah
mendapat ikan kakap merah. Bayangkan! hanya berjarak kurang dari 5 km dari
pantai sudah mendapat hasil ikan kakap merah. Inilah mengapa pemilihan lokasi
penenggelaman rumpon dilakukan di Perairan Tuing. Kondisi perairan di kawasan
Tuing masih alami karena tidak terdapat pencemaran sedimentasi seperti banyak
daerah di Pulau Bangka.
Melalui tulisan ini, kami mengapresiasikan bantuan CSR dari PT Gunung Pelawan
Lestari (GPL) yang telah membantu dana sebesar Rp 2 juta untuk kegiatan rumpon
ini. Selain itu kepada volunteer
Yayasan SBK yang ikut berpartisipasi baik tenaga maupun biaya. Sebenarnya Yayasan
SBK juga telah mengirimkan proposal kegiatan ini ke Pemerintah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dan PT Timah Tbk, sayangnya belum mendapat respon
positif. Syukurlah dengan dana yang alakadarnya kegiatan pembuatan,
penenggelaman dan monitoring rumpon
dari pelepah daun kelapa sawit tetap dapat terlaksana sesuai dengan hasil yang
diharapkan.
![]() |
Add caption |
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Yayasan SBK lakukan maka rumpon
hasil inovasi dari bahan pelepah daun kelapa sawit dapat diaplikasikan kepada
nelayan sesuai dengan prosedur dan kondisi lingkungannya. Semoga hasil penelitian
ini dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dan swasta melalui kegiatan
CSR atau sejenisnya.
Tim Peneliti : Indra Ambalika Syari, M.Si (Ketua). Haswin S.T,
dan Iqbal Zamzami, S.P
Volunteer : Adik-adik Pramuka dari SMK Negeri 2
Sungailiat dan Nelayan Tuing (Pak Asmin, Bapak Kepala Dusun Tuing, dan Pak
Pingping).
Selamat membangun economi kerakyatan babel (bangka belitung)...
BalasHapusInformasi tentang babel di atas cukup lengkap, namun perlu dilakukan aksi secara nyata untuk ekonomi masyarakat pasca tambang timah. economi kerakyatan yang berpihak pada masyarakat luas yg berazaskan kekeluargaan dan kedaulatan rakyat sesuai uud 1945 psl 27, 33, 34. Bumi air dan kekayaan alam yg terkandung di dalam nya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar besar kemakmuran rakyat. Economi kerakyatan babel misalnya: dahulu seorang nelayan maka sekarang nelayan berangkat ke laut mencari ikan , petani lada kembali ke kebun lada, pns bekerja melayani dengan baik, pekerja tambang ya harus ke tambang dsb nya.. sehingga babel akan teratur dalam economi/ sesuai keahlian masing2. Karena selama ini masyarakat di babel mencari pekerjaan yang instan dengan adanya kebebasan menambang timah oleh rakyat..sedangkan mineral timah tidak dapat di perbaharui. semoga bermanfaat, wassalam, sujasmir hamid